"Sekarang ini banyak sekali panti asuhan fiktif, untuk itu masyarakat harus betul-betul selektif dalam memberikan sumbangan, kalau tidak ingin dirugikan," kata pemerhati sosial IAIN Sunan Ampel Surabaya, Luqman Hakim, Minggu.
Ia menyebutkan, saat ini banyak peminta sumbangan dengan dalih untuk membantu panti asuhan bergentayangan, baik di jalanan, kendaraan umum, maupun instansi pemerintah dan swasta.
"Untuk lebih amannya, masyarakat bisa memberikan sumbangan secara langsung kepada para anak yatim baik yang menghuni panti asuhan maupun di yang berada di rumahnya sendiri," kata Pengasuh Panti Asuhan Mabarrot.
Luqman mendukung beberapa dermawan yang selama ini berbagi rasa dengan mengundang langsung para anak yatim ke rumahnya atau mengajak jalan-jalan ke mal atau ke tempat rekreasi lainnya.
"Itu justru lebih bagus, ketimbang disalurkan melalui beberapa pihak yang masyarakat sendiri kesulitan melecak kebenaran lembaga anak yatim piatu itu sendiri," katanya.
Ia kemudian mengungkapkan pengalamannya, bahwa beberapa kali panti asuhannya yang berada di Desa Sarirogo, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo itu didatangi oleh orang yang mendata jumlah penghuni dan fasilitas yang dibutuhkan di panti asuhan.
Bahkan dia sempat dihubungi pihak Departemen Sosial (Depsos) RI untuk melakukan verifikasi atas data tersebut. Saat itu panti asuhan yang dihuni 37 anak yatim dari berbagai daerah di Jawa Timur itu dijanjikan mendapat bantuan komputer dan beberapa fasilitas belajar. Namun setelah ditunggu selama beberapa tahun, bantuan tersebut tak kunjung turun hingga saat ini.
"Ada juga modus lain. Beberapa orang datang ke panti asuhan kami untuk meminta nama-nama anak yatim di sini. Beberapa hari kemudian, kami mendapatkan laporan dari instansi pemerintah, mengenai adanya proposal dari panti asuhan ini. Padahal kami tidak pernah mengajukan proposal itu," katanya.
Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah dalam hal ini, Depsos di tingkat pusat dan Dinas Kesejahteraan Sosial di tingkat daerah mendata ulang, jumlah panti asuhan, termasuk bertemu dengan para penghuninya secara langsung.
"Selama pemerintah tidak melakukan hal itu, maka eksploitasi terhadap anak yatim piatu di negeri ini akan semakin marak," kata Luqman.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
1. tata caranya harus melalui RT/RW tapi nyatanya langsung ke Kelurahan atau ke Kecamatan sudah bisa. Akibatnya Rt/RW selalu diby-pass. Akibat yang lebih gawat lagi pemalsuan KTP bisa terjadi.
2. Data yang disampaikan untuk suatu ijin atau lainnya lolos begitu saja bila ada fulus yang besar, jadi akibatnya modus2 penipuan selalu ada saja.Bagaimana pak? mau teratur