pemenuhan kebutuhan tembakau dilakukan melalui impor,

Jakarta (ANTARA) - Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta Mukhaer Pakkanna mengatakan rokok adalah drakula ekonomi karena mengalirkan sumber daya ekonomi masyarakat miskin untuk keuntungan industri rokok.

"Faktanya, 70 persen perokok aktif adalah orang miskin," kata Mukhaer dalam sarasehan yang diadakan Muhammadiyah Tobacco Control Network di Jakarta, Rabu.

Mukhaer mengatakan teologi gerakan sosial ekonomi yang dianut Muhammadiyah adalah teologi Al Ma'un, yaitu pemihakan kepada kaum miskin, telantar, tertindas, terpinggirkan, dan kepada anak yatim yang jumlahnya cukup banyak.

Menurut Mukhaer, hal itu sesuai dengan surat Al Ma'un di Al Quran yang artinya: "Tahukah kamu orang yang mendustakan agama, yaitu orang yang menghardik anak yatim dan yang tidak memberikan makan orang miskin. Mereka celaka dalam shalatnya karena lalai dalam shalat, riya', dan enggan memberikan bantuan".

"Keluarga termiskin justru mempunyai prevalensi merokok lebih tinggi daripada kelompok pendapatan terkaya. Itu salah satu alasan Muhammadiyah dalam menyikapi bahaya rokok," tuturnya.

Baca juga: Muhammadiyah: Merokok termasuk perbuatan yang dilarang Al Quran


Fakta lain tentang rokok yang menjadi alasan Muhammadiyah mengharamkan rokok adalah kematian balita pada orang tua perokok lebih tinggi daripada pada orang tua yang tidak merokok, baik di perkotaan maupun perdesaan.

Kematian balita dengan ayah perokok di perkotaan mencapai 8,1 persen dan di perdesaan mencapai 10,9 persen, sedangkan kematian balita dengan ayah yang tidak merokok di perkotaan 6,6 persen dan perdesaan 7,6 persen.

"Data menunjukkan peningkatan produksi rokok hingga tujuh kali lipat tidak sebanding dengan perluasan lahan tanaman tembakau yang konstan bahkan cenderung menurun. Artinya, pemenuhan kebutuhan tembakau dilakukan melalui impor," katanya.

Baca juga: Gunakan rokok elektronik hanya pindahkan masalah, kata dokter jantung

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019