Jakarta (ANTARA) - Pemerintah diminta untuk dapat membebaskan pajak pertambahan nilai (PPn) dari berbagai jenis perumahan dari kalangan menengah-bawah, bila ingin melihat kinerja pertumbuhan sektor properti nasional menjadi melesat ke depannya.
"Yang lebih bisa mendorong sektor perumahan adalah pembebasan PPn untuk produk-produk residensial yang harganya menyasar kalangan menengah-bawah," kata Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, di Jakarta, Rabu.
Menurut Ferry, hal tersebut lebih menyentuh akar permasalahan stagnannya kinerja properti nasional dibandingkan dengan berbagai kebijakan seperti peningkatan batasan nilai hunian mewah yang dikenakan PPh dan PPnBM atau penurunan tarif PPh atas hunian mewah.
Hal itu, masih menurut dia, karena hunian perumahan mewah atau menengah-atas biasanya lebih disasar oleh para pemain yang ingin berinvestasi, bukan untuk menjadikannya sebagai tempat tinggal.
"Kalau mau jujur kebijakan PPh dan PPnBM ini belum memberikan dampak kepada pasar, karena memang produk-produk ini sering dijadikan instrumen investasi dibandingkan hunian," ucapnya.
Sebagaimana diwartakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta kepada para pelaku usaha sektor properti dan real estate agar dapat segera memenuhi janji untuk merealisasikan pertumbuhan sekitar 10 persen sampai 15 persen.
“Jadi kapan sektornya capai 10 persen sampai 15 persen per tahun pertumbuhannya,” kata Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Koordinasi Nasional Bidang Properti Kadin di Hotel Intercontinental, Jakarta, Rabu (18/9).
Pernyataan Sri Mulyani itu disampaikan terkait kinerja industri properti yang hanya tumbuh sekitar 3,5 persen dalam lima tahun terakhir dan masih jauh dari pertumbuhan ekonomi nasional yaitu sekitar 5 persen.
Menurut Menkeu, pemerintah selama ini sudah memberikan berbagai kebijakan yang menguntungkan dalam mendukung pertumbuhan sektor tersebut namun masih belum menunjukkan tren yang lebih baik.
Ada enam kebijakan insentif fiskal yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk sektor properti yaitu memberikan subsidi, peningkatan batasan tidak kena PPN rumah sederhana sesuai daerahnya, pembebasan PPN untuk rumah korban bencana alam.
Selanjutnya, peningkatan batasan nilai hunian mewah yang dikenakan PPh dan PPnBM, penurunan tarif PPh Ps 22 atas hunian mewah, serta simplifikasi prosedur validasi PPh penjualan tanah. “Itu dilakukan untuk mendorong gairah konsumsi dan investasi atas produk properti,” ujarnya.
Sri Mulyani menuturkan insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah sudah sesuai dengan permintaan para pelaku usaha properti karena mereka menganggap bahwa pertumbuhan sektor ini terkendala oleh nilai pajak yang tinggi dan harus dibayarkan.
Ia menuturkan nilai hunian mewah yang dikenakan PPh dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) awalnya berada pada batasan Rp5 miliar sampai Rp10 miliar, sekarang dinaikkan menjadi Rp30 miliar.
Selain itu, nilai pajak yang dipungut juga diturunkan dari 5 persen menjadi 1 persen karena para pengusaha meminta adanya revisi atas UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008 pasal 22 mengenai pajak pemotongan untuk jual beli properti.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019