Jakarta (ANTARA News) - Puluhan orang yang kebanyakan perempuan menggelar unjuk rasa di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Kamis, untuk mendesak pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan Nasional, agar menyediakan buku pelajaran gratis. Aksi yang diselenggarakan dengan damai dan tertib ini juga diwarnai dengan berbagai spanduk yang antara lain mengecam sejumlah kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang dirasakan menanamkan prinsip privatisasi dalam hal pengadaan buku pelajaran sekolah. Unjuk rasa juga didukung oleh sejumlah aktivis dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat antara lain Kepala Divisi Pelayanan Publik Indonesian Corruption Watch (ICW), Ade Irawan. Ade mengutarakan pendapatnya bahwa pemerintah hingga kini masih belum mampu menyediakan pendidikan yang murah bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengenai program buku pelajaran gratis melalui "dunia maya" atau internet, Ade mengatakan, hal itu juga masih tidak efektif karena belum semua daerah di Tanah Air memiliki jaringan internet. "Untuk itu, biaya buku pelajaran untuk semua murid sekolah seharusnya digratiskan," ujar dia. Sebelumnya, Ade juga mengingatkan kepada para orang tua murid bahwa terdapat tiga fase rawan dalam masa awal tahun pelajaran yang ditandai dengan munculnya pungutan yang membebani para orangtua siswa. Ia memaparkan, tiga fase rawan itu adalah sebelum penerimaan atau proses seleksi pendaftaran siswa baru, setelah penerimaan murid, dan setelah KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) berlangsung. Fase yang paling rawan atau berbahaya adalah fase ketiga karena pada fase ini, pihak sekolah biasanya akan membuat rapat dengan pihak orangtua murid baru yang berisi sosialisasi biaya yang mesti ditanggung orang tua murid untuk menunjang KBM, seperti buku pelajaran. (*)
Copyright © ANTARA 2008