Yogyakarta, (ANTARA News) - Pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ahmad Ma`ruf menilai kebocoran anggaran terjadi akibat sistem kontrol yang lemah sehingga menciptakan `moral hazard` di departemen atau jajaran birokrasi dan parlemen. "Korupsi sudah menjadi budaya di birokrasi, bahkan kini merambah parlemen dan para penegak hukum," katanya di Yogyakarta, Kamis, menanggapi sorotan terjadinya kebocoran anggaran negara. Dikatakannya, kalau korupsi sudah membudaya, maka dengan sistem akunting apapun pemeriksaan dilakukan, korupsi tetap terjadi. Parlemen, kata dia, yang seharusnya berfungsi sebagai lembaga pengawas eksekutif dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan, justru terkesan "main mata" dengan pemerintah. "Ini berarti anggaran dibocorkan oleh orang-orang yang seharusnya menciptakan sistem," katanya Ma`ruf semula masih melihat ada peluang untuk memperbaikinya dengan mengubah sistem politik dan penegakan hukum. Namun dia masih juga pesimistis karena lembaga penegakan hukum juga terlibat dalam kasus korupsi. "Lembaga yang seharusnya mengawasi agar tidak terjadi kebocoran malah terlibat korupsi," katanya. Ia menilai yang diperlukan saat ini adalah selain perbaikan sistem adalah kehadiran seorang pemimpin yang agak diktator tanpa menindas rakyat di samping berani menegakkan hukum untuk mencegah terjadinya kebocoran anggaran negara. Dalam konteks ini dibutuhkan pemimpin yang kuat untuk mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara , bukan mendahulukan kepentingan partai dan golongan. "Ke depan negeri ini butuh pemimpin dari kalangan independen, bukan dari partai agar dia benar-benar mau mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara," katanya. Kalau dari partai dikhawatirkan pemimpin tersebut akan mengutamakan kepentingan partai ketimbang kepentingan bangsa dan negara. "Selain itu, pemimpin yang dibutuhkan juga diharapkan tidak selalu berwacana, tetapi harus mampu mengimplementasikannya sehingga orang yang mau melakukan korupsi akan berpikir ulang, " katanya.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008