Jakarta (ANTARA News) - Lebih dari 350 kapal ikan milik nelayan di Jakarta saat ini ditambatkan oleh pemiliknya yang tidak mampu melaut akibat meningkatnya biaya operasional setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) beberapa bulan lalu.Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jakarta, Yan Winata di Jakarta, Rabu mengatakan, kapal ikan yang ditambatkan tersebut umumnya berukuran kurang dari 20 grosston (GT) yang saat ini jumlah keseluruhan sekitar 3.000 unit."Kapal-kapal ikan yang tidak lagi melaut tersebut tersebar mulai dari Pulau Seribu, Cilincing, Muara Angke hingga Muara Baru," katanya pada penyerahan bantuan motor tempel di PT Bintang Toejoe kepada nelayan di Muara Angke Jakarta.Menurut dia, selain ke 350 kapal tersebut saat ini juga masih ada sisa 120 kapal ikan yang ditambatkan sejak tahun lalu karena tidak laku dijual pemiliknya.Dikatakannya, ketika harga solar masih sebesar Rp4.300/liter para pemilik kapal ikan berbobot 20 GT hanya mengeluarkan modal Rp10 juta untuk sekali operasi.Namun setelah pemerintah menaikkan harga solar maka biaya operasional yang harus dikeluarkan nelayan meningkat menjadi sekitar Rp20 juta-Rp30 juta. "Kalau dulu masih bisa membawa keuntungan 10-30 persen tapi sekarang ini balik modal saja sudah untung," kata Yan. Selain biaya bahan bakar, tambahnya, peningkatan biaya melaut yang paling besar juga diakibatkan naiknya harga-harga sembako sebagai perbekalan nelayan di tengah laut yang bisa mencapai empat bulan. Banyaknya kapal ikan yang ditambatkan oleh pemiliknya, menurut dia, berdampak pada munculnya pengangguran di kalangan nelayan yang selama ini hanya menjadi awak buah kapal. Jika satu unit kapal ikan menampung 10 ABK maka sebanyak 3500 ABK dari 350 kapal yang tidak lagi beroperasi saat ini harus menganggur ataupun beralih profesi menjadi tukang becak, kuli bangunan, tukang ojek agar bisa bertahan hidup. Dikatakannya, untuk menyiasati mahalnya harga solar pemilik kapal ikan pernah menggunakan minyak bekas mencuci kapal yang harganya Rp3000/liter, namun dampaknya justru merusak mesin bahkan setiap dua minggu harus mengganti nosel sejenis suku cadang yang harganya Rp40.000 per buah. Senada dengan itu, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) DKI Jakarta, Sahrunal Fauzi mengatakan saat ini sebanyak 48 ribu nelayan dari 62 ribu nelayan di Jawa Barat dan DKI mengalami kesulitan melanjutkan usaha akibat kenaikan BBM. "Banyak nelayan yang kesulitan melaut karena tidak mampu membeli solar atau bensin untuk menghidupkan motor tempelnya," katanya. Menurut dia, saat ini di Muara Angke terdapat 600 kapal penangkap ikan sedangkan di seluruh Jakarta Utara sekitar 3.286 kapal yang sebagian besar menggunakan motor tempel lama dan boros bahan bakar. Sementara itu melalui kegiatan Extra Joss Berbagi, perusahaan produk minuman PT Bintang Toejoe membagikan 20 unit motor tempel kepada nelayan Jakarta. Deputy Director Marketing and Sales PT Bintang Toejoe, Bambang Budiyanto mengatakan, bantuan motor tempel tersebut diharapkan membantu nelayan dalam meningkatkan usahanya di tengah kesulitan ekonomi yang salah satunya diakibatkan kenaikan harga BBM. "Dengan motor tempel yang baru dan hemat BBM ini dapat mengurangi konsumsi BBM yang harganya cukup mahal sehingga meningkatkan usaha nelayan," katanya. Kelompok nelayan yang menerima bantuan motor tempel tersebut yakni Kelompok Nelayan Rampus Sinar Jaya Cilincing, Kelompok Nelayan Samudra Jaya Marunda, Kelompok Nelayan Kamal Bahari, Kelompok Nelayan Bawal Jaya Muara Angke, Kelompok Nelayan Putra Samudra 1 dan Putra Samudra 2, Kelompok Nelayan Mora Lestari serta Kelompok Nelayan Kamboja.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008