"Kalau soal data dan distribusi rekening pemberi pinjaman (lender) maupun peminjam (borrower) tetap porsi terbesarnya di Jawa, tapi AFPI bersama penyelenggara fintech lending dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kita didorong untuk melakukan sosialisasi fintech lending secara berimbang 50 persen di Pulau Jawa dan 50 persen di luar Pulau Jawa. Harapannya pertumbuhan borrower dan lender proporsinya akan seperti ini," ujar Ketua Harian AFPI Kuseryansyah di Jakarta, Selasa.
Kuseryansyah menjelaskan untuk tahap awal karena pembangunan digital cukup sulit untuk mencapai besar porsi yang dituju, mengingat fintech lending itu infrastruktur dasarnya internet di mana gawainya harus pakai smartphone, kemudian harus tersedia jaringan koneksi internet.
Pemerintah sudah sukses hampir 100 persen membangun jaringan Palapa Ring, namun dalam hal kualitas kendati jaringan utamanya sudah, namun jaringan-jaringan cabangnya belum ada dan baru di Jakarta saja jaringan siber optik sudah tersebar di mana-mana.
AFPI melihat bahwa demokratisasi keuangan melalui fintech akan tumbuh sejalan dengan pertumbuhan infrastruktur komunikasi terutama internet di Indonesia. Namun kami tetap melakukan sosialisasi secara proporsional 50 persen di Jawa dan 50 persen di luar Jawa agar harapannya pertumbuhan borrower dan lender sesuai dengan proporsi tersebut.
Ini terbukti tempat-tempat yang menjadi sosialisasi AFPI bersama OJK, misalnya di Medan otomatis ada pengaruhnya yakni masyarakat Medan langsung mengenal fintech lending.
"Selain melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum, kita juga melakukan sosialisasi melalui kunjungan ke kampus-kampus. Tujuan berkunjung ke kampus-kampus ini bisa jadi platform fintech lending mendapatkan borrower, mendapatkan lender baru yang umumnya didominasi kalangan milenial, dan satu hal lagi yang penting harapannya para mahasiswa terdorong jiwa wiraswastanya dengan membuat platform fintech lending," ujar Ketua Harian AFPI tersebut.
Menurut dia, untuk yang terakhir itu sudah kejadian di mana muncul tiga platform fintech lending baru di Surabaya, satu platform fintech platform lending di Lampung, dan yang sedang dalam proses yakni dua platform fintech lending di Surabaya, kemudian satu lagi di Makasar, serta satu di Kalimantan Barat. Semua ini terjadi berkat pengaruh sosialisasi.
"Saat ini porsinya memang sekitar 65-70 persen di Jawa dan sisanya di luar Jawa, namun kecenderungannya dalam satu tahun mendatang porsinya akan lebih meningkat di luar Jawa karena fintech lending di Jawa market-nya lama-lama akan semakin padat dan persaingannya makin berat di mana semua pemain fintech lending sudah ada. Sedangkan untuk blue ocean fintech lending akan lebih berada di luar Jawa tapi dengan syarat infrastruktur Internet-nya sudah bagus," kata Kuseryansyah.
Menurut data OJK mengenai statistik fintech lending periode Agustus 2019, akumulasi rekening lender sudah mencapai 530.385 entitas dengan 441.508 lender di Pulau Jawa dan 85.528 lender di luar Jawa. Sedangkan untuk akumulasi rekening borrower sudah mencapai 12.832.271 entitas yang terdiri dari 10.641.601 borrower di Pulau Jawa dan 2.190.670 di luar Pulau Jawa.
Akumulasi penyaluran pinjaman dari fintech lending mencapai Rp 54,71 triliun per Agustus 2019, dengan Rp46,97 triliun di Pulau Jawa dan Rp7,74 triliun di luar Pulau Jawa.
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019