Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos Edi Suharto di Jakarta, Selasa
mengatakan bahwa tim yang dikerahkan untuk melakukan trauma healing tersebut tidak hanya praktisi pekerja sosial tetapi juga Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos), para pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), Taruna Siaga Bencana (Tagana) terlatih, selain juga melibatkan tim dari Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung.
"Pekerja sosial itu sebagai mentornya yang memberikan modulnya, cara-cara spesifik terutama untuk mengatasi problema-problema yang sifatnya darurat," katanya.
Namun, katanya lebih lanjut, jika masalah psikologi yang dialami korban cukup kompleks, maka mereka akan dirujuk ke lembaga rehabilitasi yang lebih kredibel.
Baca juga: Lima pengungsi kerusuhan Wamena jalani "trauma healing" di Trenggalek
Layanan dukungan psikososial tersebut, kata dia, diberikan dalam jangka waktu yang disesuaikan dengan kondisi psikologi masing-masing korban. Dukungan psikososial tersebut diberikan sampai kondisi psikologi korban telah benar-benar stabil.
"Relatif antara satu sampai tiga bulan. Biasanya cukup memadai tergantung problemnya, tergantung kedalaman traumanya," ujarnya.
Bantuan trauma healing tersebut, katanya, diberikan bagi korban yang mengalami trauma yang luar biasa, termasuk juga anak-anak yang mengalami trauma.
Layanan trauma healing tersebut dilakukan dengan cara terapi, sementara bagi anak-anak juga diberikan terapi melalui permainan, olahraga dan bermain bersama anak2 oleh tim trauma healing.
Saat ini, ia mengatakan bahwa gejala gangguan sosial yang muncul dari para korban di antaranya mengalami stres dan tekanan psikologi sehingga menunjukkan reaksi seperti ketakutan, menangis, berteriak dan juga tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
Baca juga: Papua Terkini - Polisi gelar trauma healing kepada pengungsi di Wouma
Baca juga: Papua Terkini- BAZNAS utamakan pendekatan psikologi pengungsi Wamena
Pewarta: Katriana
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019