Semarang (ANTARA News) - Permintaan terpidana mati kasus Bom Bali I, Amrozi, Imam Samudra, dan Muklas agar mati dengan syariat Islam akan terganjal undang-undang yang berlaku di Indonesia.
"Hukum kita tidak ada seperti itu. Pelaksanaan hukum mati kita adalah tembak, tidak ada pancung atau gantung," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jateng Kadir Sitanggang usai acara hari ulang tahun Kejaksaan atau Adhyaksa di Kantor Kejati Jateng, di Semarang, Selasa.
Kajati Jateng mengatakan, dalam undang-undang tidak ada yang mengatur mengenai syariat Islam, maka tentunya permintaan terpidana mati akan ditolak.
"Jelas dong (ditolak, red.). Kalau kita laksanakan kita yang melanggar undang-undang kita. Kita harus melaksanakan undang-undang," katanya.
Ia mengatakan, Jateng secara kebetulan hanya mendapat tempat untuk mengeksekusi Amrozi dan kawan-kawan, tetapi yang melaksanakan Kejati Bali. Kejati Jateng hanya bertugas melakukan koordinasi dengan lembaga pemasyarakatan (LP) dan regu tembak.
Koordinasi tersebut, tambah Kajati Jateng, akan dilakukan setelah Kejati Jateng menerima surat pemberitahuan dari Kejati Bali.
"Sampai sekarang, surat ke kita belum ada. Begitu ada suratnya, segera kita tindaklanjuti. Tetapi yang mengeksekusi Kejati Bali," katanya.
Ia menjelaskan, pelaksanaan eksekusi Amrozi dan kawan-kawan seperti pelaksanaan eksekusi terhadap dua terpidana mati narkoba asal Nigeria yang melakukan adalah Kejati Banten. (*)