Agustus 2019 tunggakan klaim BPJS Kesehatan kepada rumah sakit mencapai Rp11 triliun.
Jakarta (ANTARA) - Tunggakan klaim BPJS Kesehatan ke mitra rumah sakit akan semakin membengkak jika penyelesaian defisit keuangan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional berlarut-larut dan tak kunjung dibereskan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan di Jakarta, Senin, bahwa lembaga penyelenggara JKN-KIS tersebut akan dikenakan denda sebesar 1 persen per bulan dari total klaim yang ditunggak kepada rumah sakit.
"Semakin kita berlarut-larut dalam persoalan ini, kita kena pasal, denda 1 persen setiap klaim tertunggak. Kalau denda itu besar akan jadi beban bagi negara," kata Fachmi.
Oleh karena itu Fachmi berharap agar penyelesaian defisit BPJS Kesehatan melalui penyesuaian iuran dan implementasi bauran kebijakan dapat direalisasikan lebih awal guna menghindari membengkaknya tunggakan klaim.
Per akhir Agustus 2019 tunggakan klaim BPJS Kesehatan kepada rumah sakit mencapai Rp11 triliun. Angka tersebut diperkirakan semakin membengkak per akhir September 2019 mengingat ada tambahan denda 1 persen dari total tunggakan klaim.
Baca juga: Pemerintah siapkan sanksi publik otomatis untuk penunggak BPJS
BPJS Kesehatan telah memberikan opsi pembiayaan talangan kepada pihak mitra rumah sakit melalui skema pinjaman bank di mitra lembaga keuangan BPJS Kesehatan.
Terdapat 21 lembaga keuangan yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yang bersedia memberikan dana pinjaman kepada RS demi kelangsungan operasional fasilitas kesehatan.
Fachmi menyebut dana yang disiapkan oleh 21 lembaga keuangan tersebut sebesar Rp20 triliun. Sejumlah mitra rumah sakit telah memanfaatkan skema pinjaman tersebut dengan utilisasi mencapai Rp9 triliun.
Namun lagi-lagi Fachmi menegaskan bahwa skema pinjaman bank tersebut hanyalah solusi jangka pendek. Apabila hal tersebut terus berlarut-larut akan menimbulkan risiko membengkaknya tunggakan klaim.
Dirut BPJS Kesehatan juga menyebutkan adanya perubahan proyeksi defisit BPJS Kesehatan pada 2019 dari yang sebelumnya Rp28 triliun menjadi Rp32,8 triliun.
Menurut Fachmi, membengkaknya defisit tersebut dikarenakan sejumlah bauran kebijakan yang telah ditetapkan belum bisa dijalankan secara optimal.
Hingga saat ini Presiden Joko Widodo belum menandatangani keputusan presiden (Keppres) terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diusulkan oleh Kementerian Keuangan.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan pemerintah masih melakukan pembenahan dari seluruh sistem JKN dan berbagai regulasinya sebelum keputusan kenaikan iuran benar-benar ditetapkan.
Baca juga: Besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan masih bisa berubah
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019