Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia MS Hidayat menegaskan kalangan pengusaha menolak opsi kenaikan tarif listrik hingga 80 persen. "Kenaikan harga minyak bumi, menyebabkan kenaikan biaya produksi PLN hingga Rp26-27 triliun, itu kalau dibebankan pada industri semua, kenaikan TDL-nya bisa 80 persen, itu yang kita tolak," kata Hidayat usai penganugerahan penghargaan Komite Pengawas Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) kepada Pemerintah daerah (Pemda) di Jakarta, Selasa. Tarif listrik untuk industri saat ini sekitar Rp600 per kWh (killo Watt Hour), sedangkan biaya produksinya mencapai Rp1.300 per kWh. Menurut Hidayat, pengusaha memahami kesulitan yang dihadapi PLN namun ia menyarankan beban kenaikan tarif listrik itu seharusnya tidak dibebankan secara merata pada semua industri karena tidak seluruh industri akan mampu menanggungnya. "Prinsipnya kita tidak keberatan, bisa dibicarakan tapi harus ada jaminan kalau suplainya cukup, jangan mati hidup terus karena sangat merugikan. Tapi industri menengah dan bawah pada umumnya menolak. Kenaikannya yang masih bisa ditoleransi di bawah 50 persen," ujarnya. Hingga kini, lanjut Hidayat, pihaknya telah melakukan pembahasan masalah listrik selama empat kali dengan PLN. Dalam pertemuan tersebut muncul wacana menaikkan tarif listrik bagi industri besar yang jumlahnya sekitar 80.000 perusahaan. "Kelihatannya untuk industri besar yang jumlahnya 80.000an dari 35 juta pelanggan PLN, kita sedang mempertimbangkan kalau naik TDLnya. Masalahnya tinggal kapan dan berapa," tuturnya. Hidayat menambahkan jika Kadin dan PLN telah mencapai kesepakatan soal tarif listrik itu, baru akan diajukan usulannya kepada pemerintah. "Ini merupakan wacana PLN kalau ada kesepakatan dengan PLN mungkin lebih mudah bagi pemerintah untuk memutuskannya. Jangan sampai pemerintah memutuskan lalu kita tolak. Secara realistis, pergeseran jam kerja itu bukan solusi," tambahnya. Menurut Hidayat, Kadin akan mengadakan pertemuan kembali dengan PLN pekan depan dan mengundang 70 asosiasi anggota Kadin. Sementara itu, terkait Surat Keputusan Bersama (SKB) lima menteri mengenai pergeseran hari libur menjadi hari kerja, Hidayat meminta pemerintah menunda pemberlakuannya hingga akhir Agustus. "Saya minta kalau bisa ditunda sampai akhir Agustus karena dalam prakteknya meskipun kita sudah menyetujuinya tapi dalam prakteknya masih banyak masalah di daerah yang harus diselesaikan. Teman-teman saya di daerah mengaku tidak siap, apalagi surat edaran Menakertrans tidak keluar," kata Hidayat. Menurut Hidayat, surat edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu penting bagi pengusaha untuk berunding dengan pekerja. "Saya setuju SKB, asal bersifat sementara, jadi dalam hitungan bulan saja, jangan tahunan apa lagi sampai dua tahun," ujarnya. (*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008