Jakarta (ANTARA News) - Menteri Agama (Menag) Muhammad Maftuh Basyuni menegaskan, munculnya konflik di bumi ini bukan disebabkan oleh agama, namun justru manusia yang keliru dan memanfaatkan agama untuk tujuan jahat.Dalam realitas kehidupan tak jarang ada berbagai konflik yang kerap menyeret agama, sehingga masalahnya makin berkepanjangan, kata Maftuh di Jakarta, Selasa, terkait rekomendasi konferensi internasional tentang dialog antar-penganut agama-agama dan kepercayaan di Madrid Spanyol, 16-18 Juli 2008 lalu.Ia menjelaskan bahwa pertemuan tersebut sangat penting bagi peradaban manusia.Konferensi itu dihadiri 300 tokoh berbagai agama yaitu Yahudi, Kristen dan Islam serta agama Timur seperti Budha, Hindu, Shinto dan Konghuchu.Para peserta bersepakat bahwa pada dasarnya manusia mempunyai unsur yang sama, dan harus diperlakukan dengan sama meski berbeda warna kulit, ras dan budaya. Manusia pun memiliki sifat mencintai dan sebaliknya juga ada kecenderungan dapat berbuat zolim.Keragaman agama, budaya dan peradaban manusia merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah dan menjadi faktor penting dalam mewujudkan kebahagiaan hidup. Karena itu eksistensi agama-agama dan simbol-simbol keagamaan harus dipelihara dan tidak boleh dilecehkan. Agama juga tidak boleh dipergunakan untuk membangkitkan rasisme, ia menjelaskan.Mengutip beberapa butir dari Deklarasi Madrid yang dibacakan oleh Dr. Abdurrahman bin Abdullah al-Zaid, Asisten Sekjen Rabithah pada peremuan tersebut, Menag menyebut bahwa semua agama bertujuan sama yaitu: agar manusia taat kepada Tuhannya; mewujudkan kebahagiaan, keadilan, rasa aman dan damai bagi umat manusia; berusaha memperkokoh saling pengertian dan hidup rukun dalam bermasyarakat meski berbeda warna dan bahasanya; menyerukan nilai-nilai luhur dan menentang segala bentuk ekstrimisme, sikap berlebihan dan terorisme. Memelihara lingkungan dari segala bentuk pencemaran dan kerusakan lingkungan merupakan tujuan utama semua agama dan kebudayaan. Agama dan nilai-nilai luhur budaya memiliki peran penting dalam menangkal kriminalitas, korupsi, penyalahgunaan narkoba, aksi terorisme dan menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat dari segala bentuk penyelewengan, katanya. Konferensi itu, lanjut dia, merupakan kelanjutan dari Konferensi Islam se-Dunia tentang dialog, yang diselenggarakan pada 4-6 Juni 2008 lalu di kota Mekkah. Di antara tokoh yang hadir pada peristiwa akbar tersebut antara lain Larry Shaw, Senator Muslim asal North Carolina, Jessey Jackson, mantan calon Presiden Amerika Serikat, Master Xue Cheng, wakil ketua Asosiasi Umat Budha di China, Kardinal Jean Louis Pierre Tauran, Ketua interreligious dialogue, Vatikan dan Rabbi Arthur Schneier, tokoh Yahudi USA. Dalam pertemuan itu Menag Maftuh Basyuni didampingi oleh Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar, Kepala Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI dan Dr. Muchlis M. Hanafi, MA, Plt. Kepala Bidang Pengkajian Al-Quran Badan Litbang Depag RI. Selain itu, dari Indonesia hadir pula Ketua MPR RI, Dr. M. Hidayat Nurwahid, MA. Dikatakannya, konferensi secara resmi dibuka oleh Khadim al-Haramain, Raja Abdullah bin Abdul Aziz, di Istana El Pardo, Madrid, pada hari Rabu, 16 Juli 2008, pukul 14.00-15.00 waktu setempat. Hadir dalam pembukaan konferensi Raja Spanyol, Juan Carlos I, Perdana Menteri Spanyol, Jose Luis Rodriguez Zapatero, Menteri Luar Negeri Saudi Arabia dan Spanyol dan mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Bleir. Pembukaan tersebut diisi dengan pidato Khadim al-Haramain, Raja Abdullah, Raja Spanyol, Juan Carlos I, dan Sekjen Rabithah, Syeikh Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turkiy. Dalam pidato pembukaan Raja Abdullah menegaskan, konferensi ini merupakan kesempatan untuk menujukkan kepada dunia internasional bahwa perbedaan agama atau pandangan tidak sepantasnya membawa kepada perseteruan dan pertikaian,jelas Maftuh. Konflik dan tragedi dalam sejarah kemanusiaan terjadi bukan karena faktor agama, lanjutnya lagi. Tetapi karena sikap ekstrim dari pengikut agama-agama serta adanya kepentingan-kepentingan politik. Menurut dia, Raja Abdullah pun mengakui bahwa kurang berhasilnya sebagian besar dialog sebelumnya karena peserta dialog menekankan dan memperbesar sisi-sisi perbedaan serta berusaha melebur dan mendekatkan keyakinan agama atau mazhab. Dialog akan berhasil jika mengedepankan titik-titik persamaan. Abdullah berharap konferensi ini dapat menjadi pembelaan terhadap agama dalam menghadapi sikap antiagama (atheisme); terhadap keadilan dalam menghadapi kezaliman; terhadap perdamaian dalam menghadapi pertikaian dan peperangan, serta; terhadap persaudaraan manusia dalam menghadapi rasisme. Untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai melalui dialog, kata menteri, para peserta konferensi sepakat untuk melakukan beberapa hal berikut: Pertama, membentuk kelompok kerja yang mengkaji problematika dan hambatan dialog dan melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga interfaith dialogue internasional. Kedua, meningkatkan kerjasama dan koordinasi antara lembaga-lembaga keagamaan, kebudayaan, kependidikan serta media masa dalam rangka menanamkan nilai-nilai moral, kerja sosial yang positif dan konstruktif, serta menangkal seks bebas, ketidakharmonisan/keretakan keluarga dan segala bentuk penyimpangan lainnya.Ketiga, menyelenggarakan berbagai forum seminar bersama, riset, program media, internet dan sarana media lainnya untuk mensosialisasikan budaya dialog, saling pengertian dan kerukunan.Keempat, menyelenggarakan pelatihan tentang dialog di kalangan penganut agama dan peradaban dan kebudayaan.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008