Pertama, Rachmania mengatakan, Korea Selatan dipilih untuk menjadi pembeda dari film originalnya, "Kita-Kita" (2017) asal Filipina yang mengambil lokasi di Jepang.
"Film 'Kita-kita itu ambil lokasi di Jepang, nah kita ingin buat adaptasi dengan bikin identitas sendiri tanpa jauh dari film aslinya," kata dia pada konferensi pers di Epicentrum, Jakarta Selatan, Senin.
Selain itu, Rachmania menilai bahwa saat ini masyarakat Indonesia tengah terkena tren Korean Wave atau "Hallyu" yakni menggandrungi budaya pop Korea, mulai dari musik, film, serial drama hingga referensi tempat wisata dan makanan.
"Di Indonesia lagi tren sama serial korea, dan mungkin penonton akan relate dengan kita ambil lokasi di sini. Selain itu, Busan juga unik dan jarang dipakai sama film-film lain," kata penulis novel "Eiffel I'm in Love" itu.
Kendati ingin menjadi pembeda sekaligus mengenalkan keindahan Busan, Rachmania mengklaim bahwa ia tidak lupa untuk memberikan kesan lokal Indonesia ke dalam filmnya. Melalui peran Nik (Dodit Mulyanto) yang digambarkan sebagai orang Jawa, diharapkan mampu menambah kesan tersebut.
"Dengan perpaduan dari cerita, karakter, dan film aslinya, diharapkan bisa membuat penonton jadi bertualang cinta lagi dan juga menampilkan sisi Indonesia melalui Dodit dengan aksen Jawanya," kata dia.
Sementara itu, Dodit Mulyanto beradu peran dengan Shandy Aulia dalam film "Cinta Itu Buta" yang merupakan adaptasi dari film "Kita-Kita" (2017) asal Filipina.
Film yang juga mengajak aktor asal Korea Selatan, Chae In-woo itu dijadwalkan tayang di bioskop pada 10 Oktober.
Baca juga: Shandy Aulia bandingkan kesulitan bahasa Korea dan Prancis
Baca juga: Dodit Mulyanto kesulitan berakting film di luar negeri
Baca juga: Sutradara "Cinta Itu Buta" sebut Dodit sebagai "konsultan komedi"
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019