Oleh Tunggul SusiloDenpasar (ANTARA News0 - "Kalau tidak ada ngaben massal, mungkin sampai saya mati tidak akan pernah mampu membayar utang kepada leluhur," tutur Nyoman Pasak, warga Desa Pakraman Sangsit Dangin Yeh, Kabupaten Buleleng, Bali. Dengan mata berkaca-kaca dan bibir bergetar, bapak sejumlah anak itu mengatakan bahwa dirinya sudah 35 tahun menunggu untuk bisa melaksanakan ngaben bagi leluhurnya. Selama menunggu itu, anggota keluarganya yang meninggal dan perlu dingabenkan terus bertambah hingga berjumlah 27 sawa (jiwa). Sesuai keyakinan umat Hindu Bali, sebuah keluarga harus membuat upacara ngaben bagi anggota keluarganya yang sudah meninggal dunia. Jika proses kremasi atas jasad anggota keluarga itu belum dilaksanakan, itu akan menjadi hutang bagi keluarga yang masih hidup. Itu pula sebabnya, Nyoman Pasak mengaku beruntung ketika operator telepon seluler Telkomsel menggelar kegiatan ngaben massal. Upacara yang dilakukan bekerjasama dengan Majelis Desa Pakraman (MPD) dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) itu dilakukan di Desa Pakraman Sangsit Dangin Yeh, Kabupaten Buleleng, Jumat (18/7), dan diperuntukkan bagi 348 sawa. Jasad yang diikutkan dalam ngaben massal itu beragam bentuknya. Ada yang masih dalam keadaan utuh, tinggal tulang-belulang, atau pun sisa pembakaran atau sekadar tanah dari pemakaman. Vice President Telkomsel Area Jawa-Bali, Irfandi Firmansyah, mengatakan bahwa inisiatif menggelar ngaben massal dimaksudkan untuk menyentuh tiga aspek, yakni agama dan sosial kemasyarakatan, pelestarian budaya, serta pariwisata. Aspek agama dan sosial kemasyarakatan tersentuh mengingat ngaben merupakan bentuk cradha bakti atau kewajiban utama manusia yang masih hidup kepada yang telah meninggal dunia. "Kami berharap ngaben massal ini bisa membantu masyarakat Bali yang kurang mampu dalam memenuhi kewajibannya tersebut," katanya. Penyelenggaraan itu juga untuk melestarikan upacara ngaben sebagai ritus budaya Bali, sekaligus menjadi salah satu daya tarik wisata khas setempat yang bisa menciptakan keuntungungan berantai bagi ekonomi masyarakat. Karena itu penyelenggaraan ngaben massal itu juga berkerjasama dengan Dinas Pariwisata Daerah dan melibatkan perusahaan agen perjalanan. Lokasi penyelenggaraan didasarkan masukan dari MDP dan PHDI serta tokoh-tokoh adat melalui survei di daerah-daerah yang benar-benar membutuhkan bantuan, yakni di daerah tersebut minimal terdapat 100 sawa yang belum dibuatkan upacara ngaben. Telkomsel akhirnya memilih tiga pelaksanaan, yaitu di Buleleng yang sudah dilaksanakan tersebut dan pada September dan Oktober juga digelar kegiatan serupa di tempat lain. Untuk yang pertama di Desa Pakraman Sangsit Dangin Yeh, Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Ngaben Massal bagi 348 "sawa" melibatkan dua banjar (dusun) dengan lebih dari 1.500 pengayah (pengabdi) dari keluarga para leluhur. Selain upacara ngaben massal, pada kesempatan itu Telkomsel juga memberikan bantuan dana Rp10 juta untuk renovasi atap Pura Gunung Sekar, Desa Giri Emas Sawan, Buleleng. Program tersebut merupakan bagian dari tanggung jawab sosial yang tak bisa terpisahkan dari tugas pokok operator selular itu dalam menghadirkan layanan komunikasi berkualitas bagi masyarakat Bali. Menurut General Manager (GM) Sales & Customer Service Telkomsel Bali-Nusa Tenggara (Nusra), Hastining Bagyo Astuti, di Bali saja saat ini terdapat lebih dari satu juta pelanggan produk yang disediakannya. "Karena itu, kami layak membantu masyarakat, seperti melalui ngaben massal ini," katanya. Kegiatan sosial tersebut dilakukan di tengah upaya untuk terus meningkatkan layanan dari sisi jaringan maupun pelayanan pelanggan, sekaligus mendukung penyediaan sarana komunikasi berkualitas bagi kenyamanan komunikasi wisatawan yang ke Bali. Komitmen mengembangkan layanan juga diwujudkan melalui implementasi inovasi teknologi dalam program "Telkomsel Merah Putih", singkatan dari Telkomsel menembus daerah pedesaan (termasuk daerah wisata dan resort), industri terpencIl (pengeboran lepas pantai, hutan, puncak bukit) dan Baharii (jalur transportasi laut). Kini para penumpang kapal Pelni dan masyarakat di daerah terpencil di sejumlah daerah perbatasan dengan negara tetangga bisa menikmati komunikasi selular, walaupun program itu secara ekonomi tidak terlalu menguntungkan. Perusahaan itu Telkomsel juga menghadirkan layanan khusus umat Hindu berupa layanan Nada Sambung Pribadi (NSP) Hindu, kuis SMS Tirtayatra dan Hindu Service Message (HSM). Sebagai operator yang sejak awal beroperasi di Bali, Telkomsel berkomitmen untuk mengembalikan sebagian dari hasil bisnisnya kepada masyarakat dalam bentuk program kepedulian, salah satunya melalui ngaben massal. Salah seorang wakil masyarakat peserta ngaben massal Nyoman Pasak menyatakan, dirinya merasa bersyukur setelah 35 tahun akhirnya bisa mengabenkan 27 sawa leluhurnya. Ia mengaku bahwa tidak memiliki biaya untuk melaksanakan ngaben yang memakan biaya sekitar Rp50 juta maupun ngaben massal yang dilaksanakan kelompok-kelompok masyarakat, walau hanya dengan biaya berkisar Rp5juta-Rp10 juta per sawa. "Dengan adanya ngaben massal ini, kami sangat terbantu dan tidak perlu mengeluarkan banyak dana. Ini sekaligus membuat kami lega, karena telah bisa menunaikan kewajiban tehadap leluhur," katanya sambil terisak. Hal yang sama disampaikan pihak MDP yang diwakili oleh Wayan Suwena, yang menyatakan bahwa ngaben massal itu merupakan contoh yang sangat bagus bagi perusahaan lain, baik BUMN atau swasta, untuk berbagi kepada masyarakat dan lingkungannya. "Mungkin masih ada puluhan ribu pengayah yang berada dalam penantian panjang, berharap bisa segera memembayar utang, melaksanakan ngaben bagi ribuan `sawa` leluhurnya. Mereka perlu kita bantu," demikian Wayan Suwena, di sela-sela iring-iringan pembawa sawa resi atau lambang jiwa menuju lokasi pembakaran dalam prosesi ngaben itu.
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008