... sudah menangkap ada 'kreativitas' yang luar biasa...

Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) 2016-2018, Sofyan Basir, merasa tuntutan terhadap dia penuh dengan "kreativitas".

"Saya sudah menangkap ada 'kreativitas' yang luar biasa, begitu juga pada saat menjadi tersangka prosesnya luar biasa jadi memang dalam arti kata saya merasa ada sesuatu yang tak wajar karena ini bukan proyek APBN, ini projek betul-betul kami terima uang dari luar dalam rangka investasi masuk," kata dia, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.

Dalam perkara ini, dia dituntut lima tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan karena terbukti memfasilitasi pertemuan antara anggota Komisi VII DPR, Eni Saragih, politikus Partai Golkar, Idrus Marham, dan pengusaha, Johannes Budisutrisno Kotjo.

"Ini repotnya pertemuan menjadi perbantuan, ini sangat berbahaya buat direksi BUMN lain. Kalau pertemuan bisa diputarbalikkan menjadi perbantuan berbahaya karena perbantuan tuh sudah dijelaskan oleh jaksa, kami tak terima uang satu persen pun, dianggap membantu pun, didakwa dengan lima tahun," katanya.

Ia merasa tidak ada yang tidak wajar dalam proyek PLTU Mulut Tambang Riau-1.

Juga baca: Jaksa KPK: Sofyan Basir memberikan kesempatan bagi Eni dan Kotjo

Juga baca: Mantan dirut PLN Sofyan Basir dituntut 5 tahun penjara

Juga baca: Sofyan Basir berharap bebas

"Bisa dibayangkan begitu ada direksi melakukan pertemuan-pertemuan dengan para investor dan lain sebagainya, begitu ada kejadian di luar sana seperti penyuapan, karena kita sering bertemu, dalam rangka pemasaran, dalam rangka berupaya supaya proyek-proyek ini jalan, kita bisa terkena tanpa tahu dari mana asal usulnya dan kita tidak menerima apapun itu sudah dibuktikan," kata dia.

Ia pun menilai perkaranya tersebut dapat menjadi contoh yang berbahaya bagi para direksi BUMN yang lain. "Bisa dikatakan kiriminalisasi," kata Basir.

Tuntutan terhadap dia berdasarkan dakwaan pasal 12 huruf a UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 56 ayat 2 KUHP.

Jaksa KPK menilai dia terbukti membantu mewujudkan tindak pidana suap meski tidak menikmati hasil suap tersebut.

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, hal yang meringankan sopan, belum pernah dihukum dan tidak ikut menikmati pidana suap yang telah dibantunya," tambah jaksa KPK Ronald Worotikan.

Tujuan pembantuan basir itu adalah agar mempercepat proses kesepakatan proyek Independent Power Producer Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 alias PLTU MT RIAU-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dengan Blackgold Natural Resources Limited Ltd dan China Huadian Engineering Company Limited yang dibawa Kotjo.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019