Kita harus menjadi menjadi negara produsen, bukan konsumen
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Lucky Bayu Pornomo menilai bahwa revitalisasi industri pengolahan perlu menjadi perhatian pemerintah dalam melanjutkan agenda reformasi struktural untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
"Tidak berkembangnya industri pengolahan berdampak pada kinerja perdagangan Indonesia. Keunggulan sumber daya alam yang ada di Indonesia juga belum banyak diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi. Akibatnya, Indonesia masih mengalami defisit transaksi berjalan," ujar Lucky Bayu Purnomo yang juga Direktur Eksekutif LBP Institut ketika dihubungi di Jakarta, Senin.
Menurut dia, reformasi struktural utamanya didorong oleh revitalisasi industri pengolahan, dan tetap terus mendorong pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan.
Baca juga: BPS minta pemerintah perhatikan industri pengolahan
Ia optimistis, revitalisasi industri pengolahan, seperti manufaktur yang berorientasi ekspor dapat memperbaiki kinerja perdagangan Indonesia.
Ia menambahkan revitalisasi industri pengolahan sektor komoditas dengan membangun smelter juga perlu ditingkatkan.
"Selama ini kita mengekspor minyak sawit dan tambang yang belum diolah, kalau kita olah bahan itu bisa menghasilkan nilai transaksi yang lebih tinggi, kita juga akan mendapatkan devisa," katanya.
Pemerintah, lanjut dia, harus dapat melakukan upaya agar Indonesia dapat menjadi lokasi produksi barang atau perakitan barang akhir untuk kemudian diekspor atau dikonsumsi pasar domestik.
"Kita harus menjadi menjadi negara produsen, bukan konsumen," ucapnya.
Lucky menambahkan perbaikan industri pengolahan juga nantinya dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat yang kemudian mendorong daya beli masyarakat.
"Kalau pendapatannya naik, konsumsi rumah tangga juga naik, yang akhirnya juga menjaga stabilitas ekonomi nasional," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan terus melakukan reformasi struktural sektor riil untuk menghadapi perlemahan ekonomi global yang diproyeksikan cukup menantang dan menghadapi risiko ke bawah pada 2020.
"Reformasi struktural itu untuk meningkatkan daya tarik investasi maupun produktivitas dari berbagai pelaku ekonomi untuk mendorong ekspor. Selain itu, terdapat penyederhanaan dan konsistensi regulasi serta kecepatan pelayanan untuk peningkatan investasi," katanya.
Baca juga: Kemenperin nilai industri pengolahan kopi semakin prospektif
Baca juga: BI: Kinerja industri pengolahan triwulan II-2019 masih level ekspansi
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019