Jakarta (ANTARA News) - Survei Persepsi Pasar (SPS) Bank Indonesia (SPS-BI) mengungkapkan laju pertumbuhan ekonomi akan lebih lambat pada triwulan III tahun 2008 periode yang sama tahun lalu.Dalam situs resmi BI, Senin, berdasarkan survei yang dilakukan terhadap sejumlah ekonom, analis pasar, dan akademisi tersebut, tingkat inflasi diperkirakan berada di atas 10 persen, dan nilai tukar rupiah berada dalam kisaran Rp9.251-9.500.per dolar AS.Selama triwulan III tahun 2008, hasil survei menyebutkan, pertumbuhan ekonomi tahunan ("year on year"/yoy) diproyeksi berada pada kisaran 6,1-6,5 persen. Hal itu lebih rendah dari realisasi "year on year" tahun sebelumnya sebesar 6,51 persen.Kondisi itu terjadi akibat tingginya inflasi, memburuknya tingkat pengangguran, kemungkinan kenaikan tingkat kemiskinan, situasi perburuhan yang belum kondusif, birokrasi yang tidak ramah terhadap investor, serta keterbatasan SDM yang bersih dan profesional.Dari sisi eksternal, perlambatan pertumbuhan ekonomi, terutama akan didorong oleh lesunya perekonomian dunia dan masih tingginya harga minyak dunia. Pada saat yang sama, laju inflasi diproyeksi mencapai tingkat 10,1 persen, yang jauh lebih tinggi dari realisasi laju inflasi yoy triwulan III tahun 2007 sebesar 6,95 persen. "Kenaikan harga BBM, ekspektasi kenaikan harga, faktor musiman menjelang bulan puasa mendorong kenaikan inflasi" ungkap hasil survei tersebut. Kondisi ini memicu pelemahan nilai tukar hingga berada pada kisaran Rp9.250-9.500 per dolar AS, dibanding realisasi triwulan III tahun2007 sebesar Rp9.250 per dolar AS. Sementara defisit anggaran pemerintah selama 2008 juga diperkirakan berada pada kisaran 2,1-2,5 persen, meningkat dari 1,55 persen. "Harga minyak yang terus merangkak naik di pasar internasional, krisis energi, dan krisis pangan yang melanda beberapa kawasan dunia, diperkirakan akan memberi tekanan terhadap kondisi ekonomi makro Indonesia selama tahun 2008," ungkap hasil survei tersebut. Menanggapi hasil survei tersebut, Direktur Perencanaan Makro Bappenas Bambang Prijambodo mengatakan, pemerintah dan BI telah dan akan terus berusaha menjaga agar tekanan harga yang tinggi tetap bisa memberi dorongan pada ekonomi, seperti dengan memanfaatkan ekonomi-ekonomi Asia yang masih tinggi, yaitu China. "Kondisi ekonomi kita akan begerak pada tekanan tinggi, tetapi kita akan coba kendalikan dengan kebijakan yang proporsional sehingga pengaruh negatif tidak terjadi," kata Bambang. Dia juga mengatakan, jika pemerintah bisa menjaga keyakinan pada rupiah, ekspektasi inflasi akibat lebaran, dan biaya pendidikan dan momentum pertumbuhan tetap terjadi "Lagipula 6,1 atau 6,5 persen masih tetap tinggi, di atas 6,0 persen," katanya. Sedangkan pengamat ekonomi Tony Prasetiantono mengatakan perekonomian Indonesia memang akan sedikit melemah pada triwulan III tahun 2008, namun masih bisa tumbuh 6,1 persen. "Dalam situasi sekarang, bisa tumbuh 6,1 persen sudah baik," katanya. Namun, tambahnya, jika harga minyak bisa turun ke level 120 dolar AS per barel atau lebih rendah lagi, ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas 6,1 persen. "Hal itu terutama karena arus investasi asing, baik yang langsung maupun portofolio, masih cukup kuat akhir-akhir ini," katanya.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008