Jakarta, 20/7 (ANTARA) - Tubuh Yuliana (31) yang tinggal tulang berbalutkan kulit tipis, tergolek lemah beralaskan tikar di atas lantai Gedung Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI) Jakarta. Sesekali tubuhnya digerakkan untuk menghilangkan rasa penat, dan guratan wajah kesakitan terlihat sembari dibarengi erangan memegang perutnya yang membesar akibat terserang penyakit tumor ganas. Ibunya yang setia mendampinginya, tampaknya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya dengan memberikan semangat dan doa. Nyamuk dan udara panas, menjadi temannya saat menahan rasa sakit itu. Sudah tiga hari, dirinya harus tinggal di gedung LBHI tersebut, setelah dirinya bersama 30 pasien rawat jalan lainnya pemilik kartu keluarga miskin (gakin), terpaksa harus meninggalkan ruang IRNA B Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada 16 Juli 2008. Mereka terpaksa harus hengkang dari ruangan "tempat tinggal sementara" selama menjalani rawat jalan di RSCM, berpindah ke Gedung LBHI yang berjarak sekitar 200 meter dari tempat tinggal mereka sebelumnya. Saat meninggalkan RSCM, mereka hanya mendapatkan penjelasan bahwa ruangan yang digunakan itu akan dibangun. Alasan itu bisa diterima, namun setidaknya mereka tetap berharap agar pihak pengelola rumah sakit mencarikan solusi, karena tidak memiliki sanak saudara di Jakarta yang dapat ditumpangi tinggal selama menjalani rawat jalan. "Kecewa juga sih harus meninggalkan ruangan di RSCM, tapi bagaimana lagi? Tapi saya tetap berharap pihak pengelola memikirkan solusinya, bukannya seperti ini harus tinggal di gedung LBHI," kata Yuliana yang tinggal di Cipaeun, Depok, Jawa Barat. Yuliana mengatakan, sejak sebulan terakhir ia harus pulang pergi Depok-Jakarta, untuk rawat jalan penyakit tumor ganasnya itu. "Untuk pulang pergi setiap hari saja sudah sulit, apalagi harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk ongkos," katanya polos. Karena itu, dirinya memilih tinggal sementara di ruang IRNA B RSCM, guna meringankan biaya ongkos rawat jalan serta agar pemantauan oleh tim medis lebih mudah. "Pada Rabu kemarin, kami disuruh meninggalkan ruangan IRNA dengan alasan akan dibangun. Kami benar-benar bingung harus mencari tempat tinggal sementara di Jakarta," katanya. Disebutkan, dengan dirawat jauh dari RSCM, dirinya khawatir kondisi kesehatannya akan terus menurun, karena tidak adanya pemantauan dari dokter. "Kalau mau rawat inap juga, uang dari mana. Karena untuk setiap minggu membeli obat sebesar Rp300 ribu, sudah terasa berat," ujarnya. Hal senada dikatakan oleh Melia (20), warga Gudang Meuneung, Tulang Bawang, Lampung, mengaku dirinya sudah tinggal di RSCM sejak Januari 2008 untuk menyembuhkan mata dan mukanya yang terluka, akibat kecelakaan lalu lintas. "Untuk penyembuhan ini, harus rawat jalan. Tidak mungkin harus pulang pergi Lampung-Jakarta setiap hari," katanya. Yuliana sudah dua kali menjalani operasi di bagian mata dan muka, yakni, 12 Februari 2008 dan 20 Mei 2008. "Saat ini, masih rawat jalan," katanya. Ketika diminta meninggalkan ruang tempat tinggalnya sementara itu, dirinya benar-benar bingung karena harus tinggal dimana lagi, karena di Jakarta tidak ada sanak keluarga. "Ibu saya pulang dulu ke Lampung, sekarang saya sendirian saja di Jakarta," keluhnya sembari memegang matanya yang masih diperban. Nasib serupa dialami Ny Acih (50), warga Leuwiliang, Bogor, dua hari dalam sepekan, harus menjalani rawat jalan di RSCM akibat penyakit kanker payudara "Ongkos pulang pergi Bogor-Jakarta, sudah berat apalagi harus rawat inap di RSCM. Setiap pekan harus mengeluarkan uang Rp120 ribu, untuk membeli obat," katanya. Saat ini, ketiganya bersama pasien lainnya terpaksa tidur dengan berselimutkan angin dan beralaskan tikar di Gedung LBHI Jakarta, agar rawat jalan ke RSCM tetap dilakukan. Mereka pun berharap agar pemerintah memikirkan nasibnya dengan mencarikan jalan ke luar. "Mas, tolong sampaikan ya, para pejabat itu jangan hanya buang janji saja pada Pemilu. Tapi tolong lihat sendiri nasib kami sekarang, mana janji dijaminnya biaya perawatan bagi mereka yang miskin," kata Ny Acih. Sementara itu, Departemen Sosial (Depsos) diharapkan segera turun tangan memberikan bantuan kepada 26 pasien rawat jalan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dari daerah di luar Jakarta yang terpaksa harus menginap di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Indonesia karena tidak bisa lagi menempati ruang singgah di rumah sakit. "Untuk itu saya sudah minta ke RSCM supaya cari jalan untuk bantu, kita semua harus bantu, Depsos terutama bisa turun tangan untuk membantu," kata Direktur Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Farid W Husain. Ia menjelaskan, pasien-pasien yang antara lain berasal dari Depok (Jawa Barat) dan Lampung itu bukan pasien rawat inap sehingga sebenarnya rumah sakit juga tidak wajib menyediakan ruangan khusus untuk mereka. "Rumah sakit sebelumnya membantu menyediakan ruangan karena mereka pasien miskin, tapi sekarang tidak bisa lagi karena gedung sedang direnovasi. Kan kasihan juga kalau mereka tetap tinggal di sana ketika bangunan sedang direnovasi," katanya. (*)

Oleh Oleh Riza Fahriza
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008