Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah di pasar spot antarbank Jakarta, Senin pagi, merosot mendekati angka Rp9.150 per dolar AS, karena pelaku kembali melepasnya yang menilai posisi mata uang Indonesia masih cukup tinggi. "Posisi rupiah dinilai masih tinggi dan ini merupakan peluang untuk mencari gain, setelah mengalami kenaikan yang cukup tajam dalam beberapa pekan lalu," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta, Senin. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turun tajam 12 poin menjadi Rp9.142/9.145 per dolar AS dibanding penutupan akhir pekan lalu Rp9.130/9.149 per dolar. Dikatakannya, pelaku masih melepas rupiah untuk mencari untung (profit-taking), karena rupiah sebelumnya sempat mendekati angka Rp9.100 per dolar AS. Meski rupiah terkoreksi pada hari ini, namun peluang untuk menguat masih ada, karena investor asing tetap bermain di berbagai instrumen Bank Indonesia (BI), katanya. Apalagi, lanjut dia, BI masih tetap memantau pergerakan rupiah agar tidak terkoreksi lebih lanjut, setelah mengalami kenaikan yang cukup besar. Rupiah yang sebelumnya terpuruk hingga mencapai Rp9.300 per dolar AS kini menguat hingga mendekati angka Rp9.100 per dolar, katanya. Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga sebelumnya mengatakan, rupiah diperkirakan akan bisa mendekati angka Rp9.000 per dolar , bahkan peluang untuk menembus angka itu kemungkinan bisa terjadi. Namun peluang ke arah sana memang memerlukan waktu yang agak lama, karena gejolak ekonomi global yang terus terjadi kemungkinan besar menghambat. Gejolak harga minyak mentah yang terus terjadi yang sempat mencapai angka 145 dolar per barel (kini turun pada 135 dolar ) juga memberikan tekanan terhadap pergerakan rupiah. Selain itu krisis keuang yang menimbulkan kredit bermasalah di Amerika Serikat juga berpengaruh negatif terhadap pasar domestik, tuturnya. "Kami optimis rupiah akan bisa menembus angka Rp9.000 per dolar AS, karena pelaku asing menilai Indonesia masih merupakan pasar potensial untuk digarap lebih baik," katanya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008