Yogyakarta (ANTARA News) - Pergeseran lempeng Indo-Australia dan Eurasia tetap perlu diwaspadai, apalagi terkait dengan dua gempa terakhir yang terjadi pada 12 dan 20 Juli 2008 dengan pusat gempa di dalam laut di Samudera Hindia."Meski pusat gempa berada jauh di tengah samudera, namun dua gempa terakhir, 12 dan 20 Juli patut dicermati meskipun tidak berpotensi menimbulkan tsunami," kata Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Geofisika Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Yogyakarta, Tiar Prasetya, Minggu.Pada 12 Juli pukul 17.34 WIB terjadi gempa bumi tektonik berkekuatan 5,0 Skala Richter (SR) yang mengguncang wilayah Kabupaten Bantul dan sebagian Kota Yogyakarta. Pusat gempa di laut pada kedalaman 20 km, dan berada di posisi 8,96 Lintang Selatan (LS) - 110,45 Bujur Timur (BT) atau sekitar 112 km ke arah Barat Daya dari kota Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), atau 130 km ke arah Tenggara dari Kota Yogyakarta. Gempa ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami. Kemudian Minggu, 20 Juli pukul 13.11 WIB gempa bumi berkekuatan 5,9 SR mengguncang wilayah DIY, Jawa Tengah dan sebagian wilayah Jawa Timur. Pusat gempa di laut dengan kedalaman 10 km. Posisinya pada 9 LS - 111.24 BT, atau berada di 135 km Tenggara Wonosari (DIY), atau 145 km Barat Daya Blitar (Jawa Timur), 155 km Barat Daya Madiun (Jawa Timur), atau 157 km Tenggara Bantul (DIY). Gempa tersebut juga tidak berpotensi menimbulkan tsunami. Ia mengatakan aktivitas dari pergeseran lempeng Indo-Australia dan Eurasia selama ini memberikan pengaruh yang signifikan pada gempa yang berpusat di laut yang terjadi di kawasan Aceh hingga Nias, Pangandaran sampai Banyuwangi, dan Bali. "Apabila gempa di laut di kawasan tersebut kekuatannya di atas 6,5 skala Richter, harus diwaspadai karena bisa menimbulkan tsunami," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008