Jakarta (ANTARA News) - Pengamat otomotif Soehari Sargo mengatakan sangat terlambat jika Indonesia ingin mengembangkan mobil nasional (mobnas) sendiri, karena kesempatan untuk mengembangkan mobnas sudah sejak 30 tahun lalu."Terlambat jika Indonesia ingin mengembangkan mobnas. Kesempatan untuk mengembangkan mobnas ada 20 hingga 30 tahun lalu, saat pasar otomotif masih diatur oleh pemerintah," kata Soehari kepada ANTARA News, di Jakarta, Minggu.Dia mengatakan akan sangat sulit mengembangkan mobnas saat ini pada saat pasar otomotif sudah tidak diatur oleh pemerintah. Selain itu teknologi otomotif yang digunakan saat ini sudah terlalu tinggi sehingga investasi yang ditanamkan untuk menciptakan mobnas akan sangat besar. Menurut Soehari Sargo , jika Indonesia ingin membuat mobnas paling tidak dilakukan pada saat yang sama Malaysia membuat Proton. Jika dilihat saat ini Mobnas Malaysia tersebut dapat berkembang walaupun dengan adanya "ASEAN Free Trade Area" (AFTA) persaingan menjadi sangat ketat dengan produsen otomotif Amerika, Jepang, dan Eropa. "Indonesia lebih baik memanfaatkan saja kemampuan yang dimiliki saat ini. Indonesia dapat menjadi basis produksi otomotif dunia, karena semakin banyak produsen otomotif dunia menggunakan komponen dalam negeri," ujar dia. Menurut dia, Thailand lebih dulu menyadari keadaan ini sehingga saat ini pun negara tersebut telah menjadi basis produksi otomotif dunia. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan Indonesia dapat menjadi basis produksi otomotif dunia mengingat ekspansi besar-besaran produksif otomotif dunia untuk meraih pasar Asia dan Afrika. "Meningkatkan produksi secepatnya merupakan tujuan produsen otomotif dunia saat ini mengingat permintaan dunia untuk otomotif cukup besar, walaupun pasar otomotif Amerika dan Jepang sedang stagnan saat ini," katanya. Pasar otomotif di negara-negara maju saat ini sedang mengalami stagnasi lebih karena kebutuhan transportasi masal yang nyaman bagi masyarakat telah terpenuhi, ujar dia. Membeli kendaraan baru bukanlah opsi tepat bagi mereka saat ini mengingat harga minyak juga sedang melonjak.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008