Palangka Raya (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia se-Kalimantan menilai pemerintah masih terlalu lemah sehingga belum bisa bertindak tegas dalam persoalan Ahmadiyah, karena lebib mengutamakan toleransi daripada mempertahankan aqidah agama Islam. Penilaian itu disampaikan sebagai salah satu hasil Rapat Koordinasi MUI se-Kalimantan, yang digelar di Palangka Raya, akhir pekan ini, dan diikuti perwakilan ulama dari Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan."Surat Keputusan Bersama yang dikeluarkan hanya menyebutkan kata-kata menghentikan kegiatan Ahmadiyah dan bukan membubarkan. Padahal, umat Islam memerlukan bahasa-bahasa yang tegas dari pemimpinnya," kata Ketua Pimpinan Sidang Pleno Rakorda MUI se-Kalimantan, H Syamsuri Yusup. SKB itu ditandatangani Menteri Agama Maftuh Basyuni, Menteri Dalam negeri Mardiyanto serta Jaksa Agung Hendarman Supandji. Syamsuri menilai, pemerintah terlalu mengedepankan teloransi daripada mempertahankan akidah umat. Seharusnya sebagai penguasa negeri, pemerintah bisa menunjukkan sikap tegasnya kepada masyarakat. Ahmadiyah telah nyata-nyata ditetapkan sebagai aliran sesat dan menyesatkan, tetapi pemerintah justru tidak berani mengambil langkah tegas untuk menindaklanjutinya dengan upaya pembubaran. "Kami tidak menilai langkah SKB itu sebagai bijaksana dan sesuai dengan aturan undang-undang. Karena jika memang salah dalam akidah ya ditindak saja, bubarkan," tegas Syamsuri. Pembubaran Ahmadiyah tersebut, lanjutnya, memang diharapkan MUI. Meski demikian, pembubarannya bukan serta merta dibubarkan begitu saja, tapi juga harus diiringi dengan kebijakan pembinaan. Selain terkait Ahmadiyah, MUI se-Kalimantan juga membahas sejumlah isu penting yang dialami umat Islam yang di antaranya, merekomendasikan perlu adanya pembentukan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetik (LP-POM)di semua daerah . Pembentukan LP-POM sebagai salah satu lembaga dibawah MUI diharapkan dapat merekomendasikan sertifikasi halal atau tidaknya terhadap produk-produk yang dipantau LP-POM, untuk selanjutnya MUI mengeluarkan sertifikat terhadap produk-produk yang dianggap halal. Khusus di Kalteng, LP-POM telah terbentuk sejak dua tahun lalu dan telah melakukan sejumlah kegiatan pengkajian terhadap obat dan produk kosmetik yang beredar di pasaran setempat. Isu lain yang diangkat, kata Syamsuri, adalah perlunya pembentukan Basyarnas (Badan Arbitrase Syariah Nasional) ditiap-tiap provinsi. Basyarnas ditujukan untuk menangani penyelesaian-penyelesaian sengketa yang berkaitan antara pihak-pihak yang yang melakukan akad dalam ekonomi syariah.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008