Pameran koleksi Raffles mulai dari wayang dan topeng teater hingga alat musik dan patung mengeksplorasi masyarakat Jawa abad ke-19 dan tradisi Hindu-Buddha, didukung oleh Kedutaan Singapura di London, Inggris.
Tercatat sekitar 2.000 jenis benda yang berhubungan dengan Raffles hampir 1500 jenis berasal dari Jawa, Indonesia dikumpulkan saat menjadi Letnan Gubernur di Jawa selama tahun 1811-1816 itu dipamerkan di lantai 4 gedung British Museum yang ramai dikunjungi wisatawan mancanegara dan berlangsung pada 19 September 2019 hingga 12 Januari 2020.
Baca juga: British Museum gelar wayang kulit dengan lakon Ramayana
Mengawali pameran koleksi Raffles di musim gugur dengan kurator Dr Alexandra Green, pementasan wayang kulit dengan lakon Brubuh Alengka, cuplikan dari Serat Ramayana dengan dalang Ki Sujarwo Joko Prehatin diiringi gamelan Southbank. Acara ini berhasil menarik perhatian lebih dari 200 penonton yang sebagian besar warga asing yang memenuhi gedung British Museum bahkan ada yang rela berdiri.
Berbagai Topeng yang dikoleksi Raffles di antaranya topeng yang disebutnya topeng Raden Andaga yang terbuat dari kayu dan emas, topeng Dewi Bikang Mardeya dari kayu dan emas, Topeng monyet dari kayu dan emas, Topeng Setan Denawa Kecubung dari kayu dan emas, yang kesemuanya dibuat diawal tahun 1800-an.
Selain koleksi berbagai benda-benda seni serta kain batik, Raffles juga membuat buku yang diberi judul History of Java yang diterbitkan pada 1817.
Buku yang ditulis oleh Raffles menjelaskan sejarah pulau Jawa dari zaman kuno Itu dicetak ulang dari master digital Cambridge University Press pada 2010.
British Museum mengadakan pameran tentang Raffles dimaksudkan untuk menyelidiki bagaimana dan mengapa ia mengumpulkan koleksinya dan menyentuh penelitian yang sedang berlangsung di museum, yang bertujuan untuk menjelaskan lebih banyak tentang pengumpulan dan kolonialisme di bagian dunia ini.
Sebagian besar koleksi dan dokumen resmi dan pribadi Sumatera milik Raffles hilang ketika kapalnya tenggelam tidak lama dalam perjalanan pulang ke Inggris pada tahun 1824 dan tidak ada yang pernah tahu pasti bagaimana benda-benda itu diperoleh.
Baca juga: British Museum London Gelar Pertunjukkan Gamelan, Tarian Jawa
Meskipun tidak banyak yang diketahui tentang praktik pengumpulannya di Sumatera, benda-benda yang dipamerkan di British Museum memberikan catatan penting tentang seni dan budaya istana Jawa dari abad ke-7 hingga awal abad ke-19
Dr Alexandra Green adalah Kurator Henry Ginsburg untuk Asia Tenggara di British Museum. Ia meraih gelar PhD tentang subjek lukisan dinding Burma abad ke-18 dari School of Oriental and African Studies, University of London. Dia baru-baru ini merancang pameran berjudul Pilgrims, Healer, dan Wizards: Buddhism and Practices Practices in Burma and Thailand (2014) di British Museum.
Pameran ini mengeksplorasi koleksi-koleksi Sir Stamford Raffles dari Jawa dan Sumatera yang tiba di British Museum antara tahun 1859 dan 1939. Pertunjukan tersebut menginterpretasikan bentuk koleksi dalam hubungannya dengan publikasi Raffles, mengungkapkan minatnya untuk menjadi orang Eropa. Sementara tujuan di balik koleksi Raffles terkait dengan konsep Pencerahan, objek itu sendiri memberikan sekilas hubungan antara penjajah dan penduduk setempat.
Fitur gaya dan kondisi yang tidak digunakan dari topeng ini menunjukkan bahwa itu mungkin hadiah atau dibeli Raffles, daripada diambil secara paksa atau diperoleh melalui penjarahan.Topeng Jawa ini dikumpulkan Raffles menjadi terkenal karena mengotorisasi serangan terhadap pengadilan Jawa yang paling kuat. Selama berada di sana, ia mengumpulkan koleksi dan menyusun laporan tentang aspek-aspek pulau yang menarik bagi gagasan awal Eropa abad ke-19 tentang apa yang membentuk budaya beradab.
Dia sangat tertarik pada sejarah nasional dan barang antik. Pengumpulan Raffles tampaknya dimotivasi oleh keinginan untuk membujuk politisi Inggris bahwa Jawa harus dipertahankan sebagai koloni. Koleksi Raffles disumbangkan ke British Museum pada tahun 1859 setelah kematian jandanya.
Baca juga: Paviliun Indonesia dipadati pengunjung pada London Coffee Festival
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019