Jakarta, (ANTARA News) - Pemerintah segera memulai gerakan nasional penghentian kekerasan terhadap anak untuk meminimalkan pelanggaran hak-hak anak. "Pada peringatan Hari Anak nanti, akan ada pernyataan pemerintah dan pencanangan gerakan nasional stop kekerasan terhadap anak," kata Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah usai memberangkatkan peserta lomba gerak jalan Persaudaraan Muslim Indonesia (Parmusi) di Lapangan Monumen Nasional (Monas) Jakarta, Minggu pagi. Ia mengatakan, pencanangan gerakan nasional tersebut akan diikuti dengan serangkaian kampanye dan sosialisasi penghentian kekerasan terhadap anak-anak. Organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat, katanya, akan dilibatkan dalam berbagai kegiatan kampanye dan sosialisasi gerakan nasional tersebut. "Akan disosialisasikan kepada masyarakat, khususnya keluarga, supaya tidak melakukan kekerasan, supaya mereka mendidik anak dengan kasih sayang," katanya. Bachtiar mengatakan, kondisi ekonomi yang membuat keluarga dari golongan ekonomi menengah ke bawah kian sulit mendapatkan nafkah untuk menghidupi keluarga memang seringkali memicu terjadinya masalah dalam keluarga yang bisa berujung kekerasan terhadap anak. Namun demikian, ia melanjutkan, setiap keluarga harus berusaha mencegah terjadinya kekerasan tersebut karena tindakan itu merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. "Bila pelanggaran terhadap undang-undang dilakukan maka penegak hukum harus melakukan tindakan terhadap pelakunya. Saya minta penegak hukum bisa melakukan tindakan-tindakan untuk menegakkan undang-undang tersebut supaya kekerasan terhadap anak tidak lagi terjadi," katanya. Kekerasan Meningkat Sebelumnya, Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) Seto Mulyadi mengatakan, pelanggaran terhadap hak-hak anak di Indonesia kian mengkhawatirkan. Menurut data pelanggaran hak anak yang dikumpulkan Komisi Nasional Perlindungan Anak dari data induk lembaga perlindungan anak yang ada di 30 provinsi di Indonesia dan layanan pengaduan lembaga tersebut, pada tahun 2006 jumlah kasus pelanggaran hak anak yang terpantau sebanyak 13.447.921 kasus dan pada 2007 jumlahnya meningkat 40.398.625 kasus. Sementara selama periode Januari hingga Juni 2008, Komnas Anak mencatat sebanyak 21.872 anak menjadi korban kekerasan fisik dan psikis di lingkungan sosialnya. "Menurut laporan yang dikumpulkan dari 33 lembaga perlindungan anak yang ada di provinsi dan kabupaten/kota itu, pelaku kekerasan terhadap anak sebagian besar adalah orang terdekat anak," kata Sekretaris Jendral Komnas Anak Arist Merdeka Sirait. Arist menambahkan, lembaga-lembaga pelindungan anak di daerah yang berafiliasi dengan Komnas Anak juga melaporkan bahwa selama periode Januari-Juni 2008 sebanyak 12.726 anak menjadi korban kekerasan seksual dari orang terdekat mereka seperti orang tua kandung/tiri/angkat, guru, paman, kakek dan tetangga. Data statistik tersebut, ditambah dengan data-data tentang jumlah kasus penculikan anak, kasus perdagangan anak, anak yang terpapar asap rokok, anak yang menjadi korban peredaran narkoba, anak yang tidak dapat mengakses sarana pendidikan, anak yang belum tersentuh layanan kesehatan dan anak yang tidak punya akta kelahiran, memperjelas gambaran muram tentang pemenuhan hak-hak anak Indonesia. Bila kondisi itu terus dibiarkan tanpa upaya khusus untuk mengatasinya, Arist melanjutkan, negeri ini bisa kehilangan satu generasi. Oleh karena itu, Seto Mulyadi menambahkan, pihaknya mendesak pemerintah untuk segera mengatasi masalah itu. "Pemerintah harus memanfaatkan momen peringatan hari anak untuk memulai gerakan nasional perlindungan anak dari kekerasan. Kekerasan terhadap anak harus dihentikan sekarang juga," katanya dan menambahkan gerakan nasional itu diperlukan untuk membangun gerakan komunitas untuk menghentikan kekerasan terhadap anak. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008