Padang (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan melesunya perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang tercermin dari terpuruknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak perlu diintervensi. "Wacana memberikan insentif pajak terhadap pasar saham tidak perlu dilakukan, tetapi yang penting adalah mendorong agar fundamental emiten bisa lebih baik lagi," kata Menkeu Sri Mulyani, usai meresmikan penyelesaian pembangunan gedung SD Negeri 01 Singkarak, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Sabtu siang. Menurutnya penurunan IHSG selain faktor terkoreksinya saham sektor pertambangan dan komoditi juga dipicu penurunan harga minyak di pasar internasional yang mengakibatkan indeks di bursa regional juga tertekan. Sebagian indeks regional dalam setahun terakhir tercatat turun tajam, seperti Straits Times melorot hingga 20 persen, Hongkong terkoreksi 23 persen, bahkan indeks di bursa saham Shenzen China telah turun hingga 52 persen. Pada perdagangan saham di BEI, Jumat (18/7), IHSG ditutup pada level 2.141,135 dan indeks LQ45 turun ke level 441,564 poin. Indeks tersebut merupakan terendah sepanjang tahun 2008, dibanding penutupan akhir tahun 2007 pada level 2.745 poin. Adapun penurunan perdagangan saham di BEI dalam beberapa pekan terakhir lebih dikarenakan penurunan harga harga komoditas tambang dan perkebunan akibat turunnya harga minyak membuat pelaku pasar melepas saham-saham berbasis komoditas. Menurut Sri Mulyani, dalam situasi market seluruh dunia mengalami "bearish" (merosot), tiap kali penurunan indeks di BEI tidak harus diintervensi, namun dibutuhkan mekanisme penilaian terhadap saham-saham yang ada sehingga investor dapat membeli saham yang prospektif. "Jadi memang dinamika itu (naik turun indeks saham) menggambarkan prospek ekonomi yang mempengaruhi fundamental masing-masing sektor industri dan selanjutnya mempengaruhi perusahaan yang listing di pasar modal," katanya. Sebelumnya harga komoditas dan pertambangan naik menyebabkan saham perusahaan yang bergerak di sektor tersebut menguat, tetapi sekarang karena ekonomi global menurun dan harga minyak mulai melunak muncul koreksi. "Naiknya harga pada beberapa waktu lalu juga merupakan suatu 'perlombaan'," katanya. Dengan demikian, ujar Sri Mulyani, yang juga menjabat Menteri Koordinator Perekonomian ini, yang penting bagi pemerintah adalah bagaimana membuat kebijakan yang ada dapat membuat pasar modal lebih marak. "Peraturan ditegakkan, tetapi dinamika pasar sendiri tidak perlu diintervensi karena nanti tidak mencerminkan riil penawaran dan permintaan," ujarnya. Bantuan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya meresmikan penyelesaian pembangunan SDN 01 Singkarak, sebagai bagian dari program corporate social responsibility (CSR) Departemen Keuangan di bidang pendidikan. SDN 01 Singkarak, merupakan salah satu dari sejumlah bangunan sekolah yang ambruk akibat gempa bumi yang terjadi di wilayah itu pada tahun 2005. Pembangunan gedung tersebut merupakan hasil kerja sama Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dengan lembaga pasar modal Indonesia yaitu PT Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), PT Kliring Settlement Efek Indonesia (KSEI). Meski begitu Sri Mulyani usai menandatangani prasasti penyelesaian pembangunan tidak merinci berapa besar biaya pembangunan sekolah yang dimaksud. Selain memberikan bantuan pembangunan, Sri Mulyani menyerahkan bantuan beasiswa kepada 10 siswa berprestasi dan 10 siswa tidak mampu. "Membangun gedung adalah pekerjaan yang sulit, namun lebih sulit memelihara gedung yang sudah dibangun," kata Sri Mulyani dalam sambutannya. Sementara itu Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi mengatakan, menyambut baik bantuan dari Bapepam-LK dan BEI tersebut demi memajukan dunia pendidikan di wilayahnya terutama pasca gempa yang melanda kawasan tersebut. "Sumbar berusaha mengalokasikan 23 persen dari APBD untuk pendidikan. Namun kami rasakan masih kurang sehingga dibutuhkan dana bantuan dari berbagai pihak seperti yang dilakukan Bapepam-LK dan BEI ini," ujarnya Gamawan.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008