Malang (ANTARA News) - Jenazah Sumiasih (60) dan Sugeng (40) yang dieksekusi regu tembak, dimakamkan berdampingan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Samaan Kota Malang, Sabtu.Prosesi pemakaman jenazah terpidana mati kasus pembunuhan keluarga Letkol (Mar) Purwanto itu berjalan selama sekitar 1 jam 30 menit yang dipimpin para rohaniawan dari Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKAUB) Kota Malang. Iring-iringan jenazah yang diberangkatkan dari RSUD dr.Soetomo Surabaya itu tiba di TPU Samaan sekitar pukul 05.30 WIB. Semula jenazah Sumiasih yang akan dimakamkan lebih dulu, namun pihak keluarga minta agar Sugeng yang didahulukan masuk liang lahat. Pemakaman Sugeng dipimpin oleh Sekjen FKAUB Kota Malang, M. Syafik sesuai tata cara Islam dan gema adzan kubur dikumandangkan oleh pengacara almarhum M. Sholeh, sementara Sumiasih dimakamkan dengan cara Nasrani yang dipimpin Pendeta Gatot juga dari FKAUB. "Saya baru dihubungi dari sekretariat FKAUB Jumat (18/7) ba`da Isya` dan diminta bersiap-siap mendampingi prosesi pemakaman Sugeng di TPU Samaan. Terus terang saya kaget, tapi yang namanya amanah dan kewajiban sebagai umat muslim, saya laksanakan itu semua," kata M. Syafik. Sementara sebelum dilakukan pemakaman pendamping spiritual Sumiasih, Yanni Lie mengatakan beberapa pesan terakhir almarhumah diantaranya almarhumah mengingatkan pada setiap manusia untuk selalu siap menghadap Tuhan, karena hidup hanya sementara. Pembimbing spiritual Sumiasih lainnya, Pendeta Andreas mengatakan, selama menjalani hari-hari terakhirnya di Rumah Tahanan (Rutan) Medaeng, almarhumah lebih banyak menyenandungkan lagu-lagu pujian "Allah Kuasa". "Pada saat-saat terakhir, Bu Sum kelihatan begitu tegar dan sempat berpesan pada saya agar tidak cengeng dan supaya selalu dekat dengan Tuhan," katanya menambahkan. Prosesi pemakaman ibu dan anak yang sama-sama tersandung kasus pembunuhan satu keluarga itu tidak dihadiri keluarga termasuk putri almarhum Sumiasih, Rose May Wati juga tidak tampak. Menurut Felicia (kekasih almarhum Sugeng) yang hadir dalam pemakaman tersebut mengatakan, Wati tidak hadir, karena masih terlalu capai dan tidak kuat menahan perasaannya menyaksikan pemakaman ibu dan kakak laki-lakinya (lain ayah). (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008