Padang (ANTARA News) - Direktur Utama (Dirut) PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Erry Firmansyah, mengatakan bahwa Bank Indonesia (BI) dimungkinkan menjadi pemilik saham PT Perusahaan Penilai Efek Indonesia (PPEI) yang saat ini sedang dalam proses persiapan menjadi Bond Pricing Agency (BPA) di pasar modal Indonesia. "Bank Indonesia bisa menjadi pemegang saham. Saat ini BPA sedang mencari pihak yang bersedia menjadi pemegang saham," kata Erry, usai workshop wartawan pasar modal "Peran Media di Pasar Modal," di Padang, Jumat. Saat ini, modal disetor perusahaan yang dibentuk oleh Self Regulatory Organization (SRO) itu baru Rp15 miliar. BEI, Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI), dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) masing-masing memiliki saham Rp5 miliar. Sesuai ketentuan, SRO secara bersama-sama hanya diizinkan memiliki 50 persen saham di BPA dari total kewajiban modal disetor minimum Rp30 miliar, sedangkan pihak lain di luar SRO dan perbankan dibatasi maksimal 20 persen. "BEI sudah melakukan pembicaraan dengan beberapa pihak yang ingin menjadi pemegang saham di BPA," katanya. Ia menjelaskan, selain BI pihak lain yang dimungkinkan sebagai pemodal di BPA yaitu perusahaan pemeringkat (rating agency). "Ada dua perusahaan pemeringkat yang telah menyatakan minat menjadi pemegang saham di BPA. Tapi saya belum bisa menyebutkannya karena masih dalam proses," kata Erry. Yang penting diutarakannya, pihak yang boleh jadi pemegang saham di BPA tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan penilaian obligasi yang nanti menjadi tugas utama BPA. Menurut dia, perusahaan penerbit reksa dana dan penerbit obligasi adalah pihak yang tidak boleh memiliki saham di BPA. Berdasarkan Peraturan Pasar Modal Nomor V.C.3 tentang Lembaga Penilaian Harga Efek, setiap badan hukum di bidang keuangan, termasuk Bank Indonesia dapat memiliki saham BPA secara langsung maupun tidak langsung maksimal 10 persen. Pembatasan kepemilikan tersebut mengakibatnya PPEI harus menunggu masuknya pihak lain, di luar SRO, untuk menambah modal. Sebab, kepemilikan oleh SRO sudah mencapai modal maksimal Rp15 miliar. PPEI harus segera mencari pemodal lain untuk bisa mencapai ketentuan modal minimum tersebut sebelum mendapat ijin operasional dari Bapepam. PPEI mentargetkan mulai beroperasi pada Januari 2009. Dirut PPEI, Ign. Girendroheru, mengatakan bahwa dengan beroperasinya PPEI proyeksikan pasar obligasi akan semakin likuid. Dari sekitar 500 obligasi korporasi di pasar sekunder hanya sekitar 20-30 persen yang aktif diperdagangkan. Hingga Juni 2008 nilai obligasi bentuk Surat Utang Negara (SUN) mencapai Rp520,23 triliun, sedangkan obligasi korporasi mencapai Rp80,20 triliun. Sesuai misinya, PHEI akan memberikan informasi obligasi atau surat berharga lainnya kepada seluruh pelaku pasar dalam rangka meningkatkan efisiensi dan transparansi pasar surat utang di Indonesia. "Selama ini pelaku pasar cenderung tidak memiliki "benchmark" atau standar acuan yang lengkap terkait penerbitan suatu obligasi. PHEI akan menjadi penyedia informasi sekaligus memberi referensi harga secara objektif, independen, kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan," kata Girendroheru. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008