Drama menyimpan drama, manakala seorang pria berpakaian rapi, lengkap dengan dasi menjuntai dari kerah lehernya, turun dari becak motor di halaman SMK Negeri 11, Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan, Sumatera Utara. Tak lama berselang, seorang pria dengan menenteng jerigen dan mesin pemotong rumput menghampirinya. Keduanya langsung sibuk. Yang berpakaian rapi dan berperut buncit menunjuk-nunjuk segala penjuru halaman sekolah yang kondisinya seperti rumah tak berpenghuni. Rumput liar di halaman sekolah itu tak terurus, setinggi lutut orang dewasa. Semak-belukar di halaman sekolah itu pasti menjadi sarang nyamuk. Mudah untuk membayangkan, murid-murid di sekolah itu setiap harinya boleh jadi menyimak pelajaran sambil menggaruk-garuk gatal. Atap asbes sekolah itu terlihat baru, kontras dengan dindingnya yang kusam, catnya terkelupas di sana-sini. Pemotong rumput segera beraksi, tebas sana-sini. Berusaha keras menyulap halaman sekolah yang hampir seperti kebun tebu itu menjadi rapi. Tongkat sihir berayun, "Abrakadabra...jadilah rapi." Menjelang pukul 16.00 WIB, dua pria di halaman sekolah itu semakin sibuk. Pria berdasi berkeliling memeriksa dan mengarahkan telunjuk memerintah pemotong rumput. Pemotong rumput mengikuti arah telunjuk, ke sana ke mari mengarahkan mesin pemotong rumputnya. Hasil kerja dua pria itu segera terlihat, halaman sekolah tampak terang, dari kejauhan terlihat rapi. Namun, sampah potongan rumput masih tertimbun di atas tanaman terpangkas. Sampah itu tidak terlihat dari ketinggian ruang Hotel Grand Angkasa, Medan, tempat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginap semalam selama kunjungan kerja di Medan pada Kamis, 17 Juli 2008. Apabila orang tidak menyaksikan kerja dadakan dua pria itu, pasti menyangka rumput di halaman sekolah itu selalu tertata rapi. Dua pria itu segera menghilang, tidak seperti sampah-sampah rumput bertumpukkan, ketika iring-iringan rombongan Presiden Yudhoyono melintasi aspal mulus depan sekolah, berbelok ke Hotel Grand Angkasa yang berdiri tegak berhadapan dengan gedung sekolah itu. Pemotongan rumput dadakan itu berhasil menyulap keadaan, melenyapkan keliaran rumput menjadi halaman yang rapi. Orang yang melihat halaman sekolah itu tidak lagi membayangkan betapa gatalnya para murid yang bersekolah di sana. Saat melintas dengan kendaraan sedan Mercedes-Benz pada Kamis sore pukul 16.20 WIB, Presiden dan Ibu Ani Yudhoyono hanya melihat halaman sekolah hijau terang. Dari ketinggian jendela hotel yang menghadap gedung sekolah, keduanya juga bisa melihat halaman rumput hijau. Sampah-sampah potongan rumput tak terlihat, tersaru oleh hijau rumput botak di bawahnya. Apa pun, dalam waktu sedikit apa pun, memang harus dilakukan untuk menyambut orang nomor satu di Indonesia agar semuanya terlihat rapi jali. Termasuk aksi sulap dadakan yang dipertunjukkan pria berdasi dan pemotong rumput. Setengah jam sebelum Presiden Yudhoyono dan rombongan meninggalkan Hotel Grand Angkasa pada Jumat pagi 18 Juli 2008, rombongan siswa SMK Negeri 11 Medan keluar dari ruang kelasnya. Di bawah hujan gerimis, mereka berdiri berjejeran di muka sekolah, masing-masing memegang bendera merah putih kecil, mengantar kepergian Presiden ke Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Satu pertunjukkan lain sedang berlangsung. Drama satu ke drama lain, tidak ada yang sama, karena hidup menyimpan dan mengayun dalam bandul ketidakpastian. Merknya, laga drama kehidupan. Tapi, sampah-sampah rumput masih teronggok dibiarkan tak terurus di halaman sekolah para siswa. (*)
Oleh Oleh Diah Novianti
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008