Cara paling mudah yang ditempuh oleh perusahaan adalah dengan melakukan PHK
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio menilai kenaikan cukai rokok hingga 23 persen yang diberlakukan pemerintah mulai tahun 2020 merupakan pertanda masih bermasalahnya mekanisme penentuan cukai rokok.
"Saat ini saya melihat cukai rokok meningkat hingga lebih dari perkiraan sebelumnya menandakan masih ada permasalahan di mekanisme penentuan cukai rokok yang ditetapkan oleh pemerintah tanpa ada rumusan yang jelas," ujar Andry saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan bahwa terdapat catatan, di mana pemerintah menahan kenaikan cukai pada tiap tahun saat pemilu presiden (pilpres) dilangsungkan. Selain tahun lalu, tahun 2014 juga cukai rokok sempat ditahan untuk tidak dinaikan juga. Tetapi kenaikan cukai di tahun setelah Pilpres dilangsungkan biasanya tidak dikombinasi atau dirapel dengan tidak dinaikannya cukai sebelumnya.
Mekanisme kenaikan cukai pun masih pada perhitungan pertumbuhan ekonomi ditambah dengan inflasi dan variabel kesehatan yang seharusnya kenaikan cukai mendatang kisarannya di angka 11-12 persen.
Baca juga: Curahan hati petani tembakau, ingin cukai rokok hanya naik 7-11 persen
Tentunya karena kenaikan yang dilakukan pemerintah tidak dikomunikasikan kepada pelaku industri, maka pelaku industri harus segera menyesuaikan. Apalagi rokok merupakan highly regulated product, harga jual hingga pada pendapatan perusahaan rokok akan sangat ditentukan oleh regulasi pemerintah melalui cukai dan pajak rokok.
"Jika pelaku industri rokok akan mulai memikirkan untuk melakukan efisiensi hingga perampingan usaha dari kebijakan cukai yang memberatkan ini. Cara paling mudah yang ditempuh oleh perusahaan adalah dengan melakukan PHK," kata Andry.
Sayangnya pemerintah kemungkinan tidak mengantisipasi hal ini, dan jika pemerintah yakin bahwa rokok ini adalah sunset industry maka pemerintah harus mengantisipasi upaya PHK yang akan terjadi.
Baca juga: Cukai rokok naik, pengusaha diminta jangan apriori
"Saya rasa pemerintah sudah perlu memikirkan bagaimana upaya mitigasi dari pengurangan pekerja di industri ini. Apalagi jenis sigaret kretek tangan (SKT) yang market share-nya terus turun, jenis ini adalah satu-satunya jenis industri padat karya di industri rokok. Dana bagi hasil (DBH) cukai rokok seharusnya bisa digunakan sebagai instrumen untuk mengantisipasi adanya peningkatan PHK yang berujung pada pengangguran," ujar peneliti Indef tersebut.
Sebelumnya pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23 persen, serta harga jual eceran menjadi 35 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah akan memulai persiapan untuk kenaikan cukai itu, salah satunya dengan pencetakan cukai pada masa transisi. Pemerintah telah mempertimbangkan keputusan untuk menaikkan cukai rokok itu baik dari sisi industri, tenaga kerja, hingga sektor pertanian.
Baca juga: Pemerintah diminta tinjau ulang kebijakan tarif cukai rokok
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019