Padang, (ANTARA) - Sejumlah perantau Minang dari berbagai daerah di Provinsi Sumatera Barat yang mendarat di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) Padang Pariaman, Kamis(3/10) malam mengatakan sementara memilih tinggal di kampung hingga suasana di Wamena, Papua kembali kondusif.
"Saya memilih pulang kampung dulu karena mengingat keselamatan istri dan anak, sampai situasi benar-benar kondusif dan normal kembali," kata salah seorang perantau Defrizul (45), diwawancarai saat sampai di BIM, Kamis malam (3/10).
Setelah kondisi sudah benar-benar kondusif, ia berencana kembali ke Wamena untuk melanjutkan usahanya.
"Karena di sana (Wamena) terasa enak berusaha dan bisa berbaur seaama warga. Kalau pelaku kerusuhan sekarang ini datang dari luar Wamena," ucapnya.
Baca juga: 134 perantau Minang di Wamena kembali ke Padang
Defrizul pulang ke Sumbar dengan istri Puspita Mujiastuti (30), dan seorang anak.
Ia merupakan perantau asal Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar, dan telah merantau di Wamena sejak tahun 2000.
Hal yang sama juga dikatakan oleh perantau lain yaitu Jafri (60), yang pulang membawa isteri Emriani (52), dan seorang anak L (14).
"Kami memilih pulang ke Sumbar karena khawatir dengan keamanan dan keselamatan, anak saya juga masih sekolah," katanya yang juga berasal dari Kabupaten Pesisir Selatan.
Baca juga: Perantau Minang di Wamena dipulangkan lewat laut
Ia juga berencana kembali merantau ke Wamena jika kondisi sudah aman kembali.
Pada bagian lain, Defrizul adalah satu di antara 50 perantau di Wamena yang mendarat di Bandara Internasional Minangkabau, pada Kamis malam sekitar pukul 20.40 WIB, sebahagian besar berasal dari Kabupaten Pesisir Selatan.
Kedatangan para perantau itu juga disambut langsung oleh Kepala Biro Bintal dan Kesra Sumbar Syaifullah, dan disediakan kendaraan untuk pulang dari bandara menuju Pesisir Selatan. Rombongan bertolak dari bandara sekitar pukul 22.15 WIB.
Baca juga: 300 perantau Minang menyatakan tetap bertahan di Wamena
140 pengungsi kerusuhan Wamena diterbangkan ke Sumbar
Pewarta: Laila Syafarud
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019