Jakarta (ANTARA) - Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid resmi ditetapkan sebagai salah satu pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2019-2024.
Dia menjadi satu dari 10 pimpinan MPR yang dilantik dalam Rapat Paripurna MPR yang diselenggarakan di Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis malam.
Jazilul bukanlah orang baru di Senayan. Pria kelahiran Gresik, 5 Desember 1971 ini merupakan anggota DPR petahana periode 2014-2019 yang kala itu duduk di komisi V membidangi infrastruktur, transportasi, daerah tertinggal dan transmigrasi, meteorologi, klimatologi, dan geofisika, serta pencarian dan pertolongan.
Jazilul lahir di Pulau Bawean, tepatnya di sebelah utara Gresik. Putra pasangan M Sunan Hamli dan Insiyah ini sejak kecil telah tumbuh di lingkungan yang religius. Kedua orang tuanya berprofesi sebagai guru agama.
Baca juga: Paripurna MPR tetapkan 10 pimpinan
Setelah menamatkan pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Ma’rif Islamiyah, Kertosono, Gresik, Jazilul muda melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Ihya’ul Ulum, Gresik, pimpinan ulama besar Nahdlatul Ulama (NU) KH. Ma’shum Sufyan (Alm).
Selayaknya santri pada umumnya, ayah empat orang anak ini menghabiskan hari-hari di pesantren dengan memperdalam ilmu-ilmu agama, termasuk menekuni bacaan kitab-kitab salafi maupun kitab kuning.
Di pondok pesantren ini pula Jazilul mulai mengenal organisasi NU. Setelah mengenyam pendidikan pesantren selama enam tahun, Dia kemudian hijrah ke Jakarta dan menempuh pendidikan S1 di Perguruan Tinggi Ilmu Al Quran (PTIQ) serta S2 di Istitut Ilmu AL Quran (IIQ).
Karir politik Jazilul dimulai ketika dirinya aktif berkegiatan di organisasi NU Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Di dalam organisasi ini, pria yang akrab disapa Cak Jazil tersebut mulai berjejaring dengan tokoh-tokoh muda NU.
Baca juga: Pimpinan sidang sebut 10 nama pimpinan MPR RI
Pada 1999, mantan Ketua Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini dipercaya menjabat sebagai wakil sekjen Gerakan Pemuda Kebangkitan Bangsa yang notabene merupakan organisasi sayap PKB.
Selama aktif dalam organisasi sayap PKB, Jazilul banyak mengakrabkan diri dengan tokoh-tokoh besar partai berlambang bola dunia, termasuk Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
Kedekatannya dengan Cak Imin membawa karier politik Jazilul perlahan tapi pasti merangkak naik. Dia dipercaya sebagai staf ahli bidang industri perdagangan dan pembangunan ketika Muhaimin menjabat wakil ketua DPR tahun 2006 hingga 2009.
Ketika Muhaimin ditunjuk oleh Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menjabat menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, Jazilul lagi-lagi dipercaya menempati posisi sebagai staf khusus menteri selama empat tahun (2009-2013).
Suami dari Chalimatus Sa’diyah ini pada 2009 maju dalam pemilihan calon anggota legislatif dari PKB dan berkompetisi pada daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur II meliputi wilayah Pasuruan dan Probolinggo.
Baca juga: Ini 10 kandidat pimpinan MPR 2019-2024
Saat itu, dia menempati posisi kedua, kalah jumlah suara dari adik pendiri PKB, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Lily Chadijah Wahid yang menduduki peringkat teratas caleg PKB di dapil Jawa Timur II.
Namun pada Maret 2013 Jazilul dilantik menjadi anggota DPR RI dalam pergantian antar waktu (PAW) anggota Fraksi PKB menggantikan Lily Wahid untuk sisa waktu periode 2013-2014.
Jazilul kembali maju dalam kontestasi Pemilihan Legislatif 2014. Setelah bertarung dalam dapil Jawa Timur X yang meliputi wilayah Gresik dan Lamongan, dia akhirnya terpilih kembali menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019 dengan perolehan 94.147 suara.
Pemilik usaha digital printing CV Kreasi Permaisindo itu duduk di Komisi V yang membidangi transportasi, pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Pada periode tersebut, Jazilul juga memperoleh amanah untuk menjabat sebagai wakil ketua Badan Anggaran DPR.
Jazilul pernah beberapa kali dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjadi saksi atas sejumlah kasus. Di antaranya saksi untuk tersangka Dharnawati dalam kasus suap pejabat Kementerian Tenaga Kerja pada September 2011.
Suap tersebut berkaitan dengan proyek Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) di Kawasan Transmigrasi untuk 19 kabupaten senilai Rp 500 miliar.
Jazilul saat itu merupakan staf khusus Menteri Muhaimin Iskandar sekaligus Ketua Satuan Tugas TKI Bermasalah di Kemnakertrans. Kala itu dia menegaskan bahwa dirinya tidak tahu menahu mengenai kasus tersebut
Kemudian pada April 2017, Jazilul diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus dugaaan suap proyek di bawah Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atas tersangka Komisaris PT Cahaya Mas Sok Kok Seng.
Jazilul diperiksa dalam kapasitasnya sebagai anggota Badan Anggaran dan anggota Komisi V DPR RI. Dalam kasus tersebut, KPK menetapkan dua tersangka dari DPR, yaitu Musa Zainuddin dari PKB dan Yudi Widiana Adi dari Partai Keadilan Sejahtera.
Terbaru, pada Agustus 2019 KPK memanggil dirinya dalam penyidikan kasus korupsi menerima hadiah terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun Anggaran 2016.
Jazilul diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur atau Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Artha John Alfred (HA).
Pada Pemilihan Legislatif 2019, Jazilul kembali mencalonkan diri. Masih dalam dapil yang sama seperti 2014, dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) itu berhasil menjadi anggota DPR untuk ketiga kalinya dengan perolehan 186.838 suara.
Berbagai tugas dan tanggung jawab sebagai pimpinan MPR telah menanti di depan mata.
Terdekat, Jazilul dan sembilan pimpinan MPR lainnya akan menjalankan wewenang untuk melantik Joko Widodo dan KH. Maruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 hasil pemilihan umum pada 20 Oktober mendatang.
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019