Jakarta (ANTARA News) - Serangan balik dari DPR RI kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harus diwaspadai, kata Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM), Denny Indrayana, di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, terlebih lagi saat ini banyak anggota legislatif yang tertangkap oleh KPK, hingga upaya melemahkan kepada keberadaan komisi tersebut tidak menutup kemungkinan dilakukan.
"Kita harus mewaspadai akan adanya melemahkan keberadaan KPK," katanya setelah menjadi pembicara dalam Seminar "Korupsi dan Komersialisasi Perkara Hukum".
Jalan untuk melemahkan keberadaan KPK itu oleh legislatif, dapat dilakukan melalui Undang-Undang (UU) Anti Korupsi, UU KPK dan UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Hal senada dikatakan oleh Koordinator Indonesia Corruption Watch, Teten Masduki, dalam acara seminar tersebut, yang menyatakan, upaya melemahkan keberadaan KPK melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Tipikor, merupakan, suatu kemunduran.
"Suatu kemunduran bagi suatu lembaga KPK dengan pengaturan komposisi hakim oleh pengadilan negeri," katanya.
Pemerintah baru saja menyelesaikan draf RUU Pengadilan Tipikor yang salah satu isinya, berupaya melemahkan keberadaan KPK melalui kesepakatan penentuan Komposisi Majelis Hakim tipikor oleh ketua pengadilan negeri.
Saat ini, Pengadilan Tipikor yang memiliki komposisi dua hakim karir dan tiga hakim ad hoc, hingga dikhawatirkan adanya draf tersebut membuat ketua pengadilan dapat menentukan satu hakim ad hoc dan empat hakim karir.
Pasalnya, ketua pengadilan negeri lebih mementingkan hakim karir, ketimbang hakim ad hoc, hingga hasilnya tidak lain untuk melemahkan keberadaan KPK yang menangani perkara korupsi.
Di bagian lain, Denny Indrayana mengharapkan agar penyelesaian RUU Pengadilan Tipikor menjadi UU dapat direalisasikan akhir 2008 mendatang.
"Saat ini, ada kesempatan lima bulan untuk merealisasikannya, jika melewati 2008 maka akan sulit menyelesai UU itu karena terkendala dengan Pemilu dan adanya anggota legislatif yang baru," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008