"Karena paham radikal itu adalah keyakinan, dan yang bisa memisahkan dia dengan keyakinannya itu adalah kematian," kata Kapolresta Surakarta, Polda Jawa Tengah, AKBP Andy Rifai, di Mapolres Surakarta, Kamis.
Baca juga: Densus 88 amankan warga Pasar Kliwon terduga teroris
Oleh sebab itu, Andy mengatakan pihak kepolisian terus memantau kondisi narapidana ketika yang bersangkutan kembali ke tengah masyarakat.
"Sekembalinya dia setelah dari tahanan, tetap harus ada pendampingan terus menerus, baik dari anggota Polri, oleh tokoh agama, serta tokoh masyarakat," kata Andy.
Baca juga: Pemasok senjata untuk pembom bunuh diri Polres Surakarta ditangkap
Melalui bimbingan dan pendampingan tersebut, diharapkan para mantan narapidana kasus teroris dapat hidup di tengah masyarakat tanpa kembali kepada paham radikal.
Kendati demikian, Andy mengatakan pendampingan dan pemantauan untuk para mantan narapidana kasus terorisme bukanlah hal yang mudah, mengingat label sebagai mantan napi teroris selalu menjadi kendala di tengah masyarakat.
Baca juga: Terduga teroris Ibrahim bukan asli warga Solo
"Karena begitu para mantan napi ini kembali ke tengah masyarakat, malah ada masyarakat yang justru menjauhi," kata Andy.
Oleh sebab itu pihak kepolisian selalu berupaya supaya masyarakat di lingkungan tempat tinggal mantan napi teroris, supaya dapat menerima yang bersangkutan, mengingat dia telah menjalani hukumannya.
Baca juga: Polisi bawa sejumlah barang dari rumah Solihin
"Ini penting sekali, karena kuncinya itu memang dari lingkungan. Kalau dari lingkungan yang bersangkutan bisa merasa nyaman, tentu untuk kembali ke kelompok atau paham radikalisme bisa dieliminir," kata Andy.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019