Jakarta (ANTARA) - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) cukup membutuhkan waktu lebih untuk memutuskan siapa calon yang diusung sebagai pimpinan Majelis Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) periode 2019-2024.
Namun Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid merupakan kandidat yang belum terkalahkan untuk menduduki jabatan pimpinan di MPR.
Nama lain seperti Presiden PKS, Sohibul Iman, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKS, Mustafa Kamal, Tiffatul Sembiring, Mardani Ali Sera, Muzammil Yusuf sempat muncul ke publik, meski akhirnya politisi senior yang dikenal HNW ditetapkan kembali menjadi pimpinan MPR.
Hidayat Nur Wahid dinilai F-PKS sebagai sosok yang tepat menjadi Wakil Ketua MPR periode 2019-2024 karena sebelumnya telah berpengalaman memimpin lembaga tertinggi di parlemen itu.
Di periode pertamanya sebagai anggota parlemen tahun 2004, Wahid langsung terpilih sebagai Ketua MPR sampai 2009.
Baca juga: HNW khawatirkan moral bangsa Indonesia kian memburuk
Saat dia menjabat Ketua MPR RI adalah kali pertama lembaga tinggi negara itu mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan yang dinilai oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Kemudian, Wahid juga terpilih sebagai Ketua Badan Kerjasama Antarparlemen Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, 2009 sampai 2012, merangkap jabatan Ketua Fraksi PKS di DPR 2009 sampai 2014.
Pendidikan suami dari Diana Abbas Thalib itu dimulai dari Pondok Pesantren Modern Darussalam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Ia menyelesaikan pendidikan dasar, menengah pertama, dan menengah atasnya di sana pada tahun 1978.
Wahid kemudian melanjutkan program sarjana, master dan kedoktorannya di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi dan selesai saat usianya mencapai 32 tahun.
Karir pertamanya dimulai sebagai Dosen pascasarjana UIN Jakarta (dulu IAIN Syarif Hidayatullah.) dan sejumlah Universitas terkemuka Indonesia lainnya.
Baca juga: HNW ajak generasi muda jadikan pendiri bangsa sebagai tokoh inspirasi
Latar belakangnya yang berasal dari lingkup pendidikan Islam, membuat dia menjadi seorang tokoh Muslimin yang terkemuka.
Pemuka agama, Arifin Ilham pun pernah memuji kinerja pria yang mendapat penghargaan Bintang Mahaputera Adipradana 2009 itu sebagai sosok yang peduli dengan kepentingan akhirat dibandingkan kepentingan dunia.
"Dia figur yang sangat berhati-hati dengan hukum Allah. Zuhud, kepentingannya jelas. Untuk Allah dan akhirat. Kelihatan dia hanya ingin akhirat, ingin Indonesia selamat," ujar pimpinan Majelis Az-Zikra itu.
Sampai sekarang, Wahid diketahui masih rutin mengisi khutbah Sholat Jumat di Masjid Istiqlal. Dia beberapa kali muncul dalam tayangan televisi, tidak hanya dalam kapasitasnya sebagai politisi namun juga sebagai cendekiawan muslim yang mampu memberikan kuliah umum pada sejumlah kajian seperti tentang agama dan kebangsaan, dialog antar-agama dan masyarakat, filosofi politik keislaman, dan praktik keagamaan dalam bangsa yang pluralis.
Baca juga: HNW: Islam dan sejarah bangsa Indonesia seiring sejalan
Wahid juga tercatat sebagai anggota dari Dewan Konstituante Liga Muslim Dunia disamping aktif memimpin sejumlah organisasi-organisasi pada level nasional dan internasional. Pada saat Sidang Ke-41 bulan Oktober 2012, Majelis Tertinggi Liga Islam Dunia mengukuhkan Hidayat Nur Wahid sebagai Anggota Dewan Tertinggi Liga Islam Dunia, mewakili Indonesia.
Pria yang dilahirkan 8 April 1960 itu juga diketahui memiliki hubungan dekat dengan aktivis mahasiswa. Wahid memiliki karakter ketokohan yang kuat karena dikenal sebagai sosok yang mengusulkan kepada Panjati untuk menjaring mantan aktivis mahasiswa untuk dicalonkan sebagai anggota dewan.
Tim Panjati (Panitia Penjaringan Tingkat) adalah salah satu lembaga yang dibentuk PKS untuk menjaring tokoh untuk diusung ke Parlemen. Nama Wakil Ketua DPR 2014-2019, Fahri Hamzah, dan Mustafa Kamal pun disebut terjaring dari tim Panjati itu. Ia mengingatkan agar generasi muda jangan melupakan sejarah perjalanan bangsa karena saat ini masyarakat banyak yang melupakan sejarah bangsa.
Ia menyebut tokoh muda Persatuan Islam (Persis), Muhammad Natsir, yang mempunyai andil besar dalam menyelamatkan keutuhan bangsa. Kata Wahid, Belanda tak ingin bangsa ini kokoh bersatu. Untuk itu Belanda membentuk RIS (Republik Indonesia Serikat).
Itu kemudian dirasa oleh Natsir sebagai sebuah penyimpangan cita-cita Indonesia merdeka. Untuk itu dirinya mengeluarkan Mosi Integral.
Mosi yang menginginkan Indonesia kembali menjadi NKRI. "Mosi ini didukung oleh Soekarno, Hatta, dan politisi lainnya", ujarnya. Akhirnya bangsa ini kembali ke NKRI karena adanya Muhammad Natsir.
Kiprah dan perjuangan para tokoh umat Islam dalam memperjuangkan dan membentuk Indonesia itu diharap oleh Hidayat Nur Wahid untuk dijadikan inspirasi bagi generasi muda.
Hidayat Nur Wahid maju ke gedung parlemen dari daerah pemilihan DKI Jakarta 2. Ia mengaku tak kesulitan untuk mengkampanyekan diri ke publik, lantaran sehari-hari selalu dekat dengan masyarakat.
"Tidak ada yang baru karena yang saya lakukan selama masa kampanye ini sesungguhnya melanjutkan apa yang selama ini saya kerjakan sebagai wakil rakyat," kata Wahid.
Pada periode sebelumnya, Wahid adalah salah satu Wakil Ketua MPR bersama-sama Politisi Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar, Politisi Gerindra, Ahmad Muzani, Politisi Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), Politisi PDI-Perjuangan, Ahmad Basarah, Wakil Ketua DPD Periode 2019-2024, Mahyudin, dan Politisi Partai Demokrat, Evert Ernest Mangindaan.
Saat itu, Pimpinan MPR berjumlah delapan orang dengan tujuh orang wakil ketua dan satu orang ketua yang diisi oleh Politisi Partai Amanat Nasional, Zulkifli Hasan.
Sesuai revisi Undang-Undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR/DPR/DPD/DPRD (MD3) Pasal 15 Ayat 1 menyatakan, pimpinan MPR terdiri atas Ketua dan Wakil Ketua yang merupakan representasi dari masing-masing fraksi dan kelompok anggota DPD yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.
Revisi ketiga untuk undang-undang itu menghasilkan ketentuan baru. Salah satunya, pimpinan MPR bertambah sesuai dengan jumlah fraksi yaitu 10 fraksi yang terdiri dari 9 orang perwakilan dari fraksi partai politik yang ada di parlemen dan 1 orang perwakilan dari DPD
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019