Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Pasar Modal Dandossi Matram menilai rencana penjualan saham Krakatau Steel melalui penawaran saham perdana (IPO-Initial Public Offering) akan banyak peminatnya, asalkan harga saham yang ditawarkan tidak terlalu mahal guna memberikan ruang bagi investor mendapatkan keuntungan. "Kalau hanya untuk mendapatkan 300-400 juta dolar AS dari penjualan saham, tentu akan dapat diambil pasar. Jadi saham KS ini pasti banyak peminatnya," kata Dandosi dalam "Dialog Pelaku Pasar Modal atas Rencana IPO KS" di Jakarta, Kamis. Menurut dia, harga saham pada saat IPO itu sebaiknya sewajarnya saja dan jangan terlalu tinggi. Ini penting, agar dalam perdagangan di pasar modal tidak mengalami anjlok seperti yang terjadi di sejumlah saham BUMN yang saat ini sudah ditawarkan melalui pasar modal. "Harga saham beberapa BUMN seperti di sektor perbankan sekarang ini jauh merosot dibanding dengan harga perdananya. Jadi ini jangan sampai terjadi dengan saham KS ketika sudah masuk pasar modal," ungkapnya. Dikatakannya, pemerintah harus benar-benar serius memperbaiki kinerja industri baja nasional ini dengan menempatkan orang-orang terbaik di sana. Saat ini, lanjut dia, arah perbaikan sudah lebih terlihat seperti ditunjuknya mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki sebagai komisaris utamanya sebagai upaya untuk menciptakan "good corporate governance" diperusahaan tersebut. "Mantan ketua KPK itu diharapkan dapat mengangkat kinerja perusahaan ini menjadi lebih baik lagi," katanya. Sementara itu, Dandossi menepis dugaan bahwa penjualan saham KS itu sebagai mesin uang untuk pemilu. "Kalo yang saya amati, tidak seperti itu. Sekarang ini saya rasa tidak ada yang berani," tegasnya. Menurut dia, waktu yang tepat untuk melakukan KS adalah pada akhir tahun ini. "Jika DPR sudah membahas diperkirakan berakhir pada September. Setelah mendapat persetujuan dari DPR ini perlu waktu 3 bulan untuk persiapan, sehingga kemungkinan bisa dilakukan pada Desember mendatang," jelasnya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008