Depok (ANTARA News) - Menteri Kehutanan (Menhut) MS. Kaban mengakui kayu hitam di Indonesia yang mempunyai nilai jual sangat tinggi saat ini terancam punah.
"Saat ini sangat sulit mencari kayu hitam," kata MS. Kaban, usai menghadiri acara Hari Ulang Tahun Pesantren Al-Hamidiyah, di Sawangan, Depok, Kamis.
Ia mengatakan perkembangan populasi kayu hitam yang lambat dan tingginya tingkat eksploitasi di alam, kini kayu hitam Sulawesi tersebut terancam kepunahan.
Menurut dia, habitatnya yang terletak di Sulawesi Tengah juga sudah sangat sulit diperoleh.
Ekspor kayu ini mencapai puncaknya pada tahun 1973 dengan jumlah sekitar 26.000 meter kubik, dan kemudian pada tahun-tahun berikutnya terus menurun karena kekurangan stok di alam.
Populasi kayu hitam yang mempunyai nama latin Diospyros celebica terus menurun, karena menjadi incaran para penebang liar. Per meter kubik kayu tersebut biasa dijual dengan harga lima sampai enam juta rupiah per meter kubik.
"Karena semakin sulit saat ini dijual dengan per lembar," jelasnya.
Pertumbuhan pohon kayu hitam alias eboni membutuhkan waktu yang sangat lama yaitu sekitar 90-100 tahun. Pertumbuhannya yang lambat dan tidak adanya usaha untuk menanam kembali membuat kayu hitam berada di ambang kepunahan.
Pohon jenis tersebut pun biasa diekspor ke Taiwan atau Cina dimana ada anggapan bahwa dengan menggunakan pohon eboni maka akan dapat menaikkan prestise seseorang.
Menhut juga menghimbau kepada masyarakat agar mulai menyadari akan hal tersebut dan mulai menanam kembali kayu hitam tersebut.
"Ini untuk anak cucu kita kedepannya," jelasnya.
Kayu hitam mempunyai berkualitas yang baik. Berwarna coklat gelap, kehitaman, atau hitam berbelang-belang kemerahan, dalam perdagangan internasional kayu hitam Sulawesi ini dikenal sebagai Macassar ebony, Coromandel ebony, streaked ebony atau juga black ebony.
(*)