Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah tengah menyiapkan surat keputusan bersama (SKB) agar Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dapat melakukan gijzeling (paksa badan) terhadap obligor BLBI yang tak kooperatif. "Sesuai jawaban pemerintah atas interpelasi DPR, penyelesaiannya adalah out of court settlement. Tentunya harus dilakukan legal opinion untuk melakukan gugatan perdata oleh PUPN sehingga sekarang sedang kita susun SKB dalam melaksanakan gijzeling," kata Jaksa Agung Hendarman Supandji usai pertemuan dengan Menko Perekonomian/Menkeu Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Kamis. Hendarman menyebutkan, pemerintah sudah mengklarifikasi besarnya kewajiban 8 obligor BLBI namun berapa angka pengakuan utang masih perlu dipertegas. "Karena ada aset-aset obligor BLBI di tangan PUPN yang belum dihitung, tentunya harus diaudit dulu, yang non kooperatif juga harus dihitung nilainya, baru nanti kita tindaklanjuti," katanya. Menurut Hendarman, terdapat sejumlah payung hukum penyelesaian BLBI yaitu UU No 25 tahun 2000 tentang Propenas yang mennatur out of court settlement, Tap MPR No 10/2001, Tap MPR No 6/2002, dan Inpres 8/2002. "Nah sekarang tindak lanjutnya dengan payung hukum itu tentunya harus dilakukan legal opinion untuk melakukan gugatan perdata oleh PUPN," jelasnya. Menurut dia, pemerintah akan hati-hati memberlakukan paksa badan karena Mahkamah Agung (MA) pernah mempermasalahkan hal itu. "Sekarang baru dirundingkan, gijzeling itu kan dulu oleh MA pernah dianggap melanggar, sehingga nanti harus dibicarakan lagi supaya penegakan hukum berjalan sesuai ketentuan," kata Hendarman. Mengenai penanganan kasus David Nusa Wijaya, Hendarman mengatakan, yang bersangkutan pernah menyerahkan sejumlah aset kepada BPPN. "Itu harus dihitung berapa nilainya, kalau memang masih kurang harus dilakukan penagihan," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008