Ada atau tidaknya utang dari BCK kepada HIL harus dibuktikan dulu di forum arbitrase di SIAC
Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum PT Bangun Cipta Kontraktor (BCK) Hendry Muliana Hendrawan dari AKHK Lawyers menilai gugatan pailit terhadap kliennya oleh H Infrastructure Ltd (HIL) terlalu prematur.
"Ada atau tidaknya utang dari BCK kepada HIL harus dibuktikan dulu di forum arbitrase di SIAC (Singapore International Arbitration Center). Sementara pembuktian ada atau tidaknya utang merupakan ranah perdata bukan di kepailitan," kata Hendry di Jakarta, Kamis, menjawab pers, usai sidang perdana gugatan pailit di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
“Utangnya belum bisa dibuktikan ada atau tidak, tapi sudah mengajukan gugatan pailit, ini yang tidak tepat. Justru sebaliknya HIL yang punya utang ke BCK. Selain itu, HIL juga yang belum menyelesaikan kewajibannya kepada vendor-vendor domestik di Indonesia untuk proyek Karaha, padahal dia pemilik dan penanggung jawab proyek,” kata Hendry.
Baca juga: Pemerintah Akan Pidanakan Karaha Bodas
Jadi, lanjut Hendry, sangat aneh jika BCK digugat pailit namun belum jelas apakah BCK memang memiliki utang atau tidak. Apalagi BCK juga merupakan perusahaan yang sehat secara keuangan dan tengah menangani sejumlah proyek infrastruktur nasional. Untuk itu ia meminta majelis hakim menolak perkara ini.
Menurut Hendry, jika benar BCK memiliki utang sebagaimana didalilkan dalam permohonannya, justru aneh mengapa HIL tidak mau melanjutkan perkara di forum arbitrase SIAC (Singapore International Arbitration Center) pada 2017 silam.
Padahal di SIAC, BCK telah menanggapi permohonan tersebut dan siap untuk menuntut balik.
Baca juga: Meneg BUMN Inginkan Kasus Karaha Bodas Diselesaikan Secara Korporasi
Karena HIL tidak membayar biaya perkara walaupun telah ditagih sampai 11 kali oleh SIAC, maka SIAC pun akhirnya membatalkan permohonan perkara bernomor 401 of 2017 tersebut pada November 2018.
“Kalau mereka yakin punya piutang, seharusnya mereka berani melanjutkan arbitrase. Gugatan kepailitan di PN Jakpus ini jelas hanya untuk merepotkan BCK saja,” tegas Hendry.
Seperti diketahui, HIL mengajukan gugatan kepada BCK terkait kerja sama operasi (join operation/JO) di proyek Karaha di Jawa Barat. Dalam proyek tersebut, porsi BCK adalah 30 persen dan hanya sebagai kontraktor pembangunan konstruksi. Sementara HIL RO menjadi pemegang proyek mayoritas dengan porsi kepemilikan sebesar 70 persen.
Baca juga: Pertamina Tolak Bayar Klaim Karaha
Sidang perdana bernomor 46/Pdt.Sus-Pailit/2019/PN Niaga Jkt.Pst tersebut baru mengagendakan pembacaan permohonan gugatan HIL kepada BCK.
Sebelum membahas ke masalah pokok gugatan, majelis hakim mempertanyakan mengenai legalitas kedua perusahaan. Utamanya kepada HIL RO. Mulai dari alamat perusahaan, anggaran dasar, izin usaha, hingga bentuk usaha.
“Dan direksinya juga siapa. Tolong dicatat agar disiapkan,” kata Ketua majelis hakim kepada kuasa hukum HIL RO, Ian PSSP Siregar.
Baca juga: PLTP Karaha targetkan beroperasi Februari 2018 ini
Rencananya, sidang gugatan ini akan dilanjutkan pada Kamis (10/10) pekan depan dengan agenda pembahasan legal standing pemohon.
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019