APBN ditujukkan untuk terus memperkuat fondasi dan daya saing ekonomi agar tidak terdampak secara negatif oleh gejolak global
Jakarta (ANTARA) - "Is it just me, or is it getting crazier out there?" (Apakah hanya aku saja, atau kondisinya menjadi semakin gila di luar sana?)
Kutipan yang diucapkan oleh Arthur Fleck (diperankan oleh Joaquin Phoenix) dalam film Joker (2019), menggambarkan kondisi jiwa dari banyak masyarakat di Gotham City, kota tempat dia tinggal seumur hidupnya.
Dengan kondisi yang serba sulit, mulai dari keadaan ekonomi hingga permasalahan pengangkutan sampah yang tidak kunjung usai, banyak warga yang akhirnya juga membuat gerakan anti-orang kaya.
Memang semua itu hanya terdapat dalam film, tetapi kritikus New York Times, Manohla Dargis, pernah menulis bahwa film mengajarkan untuk bagaimana seseorang bisa beraspirasi atau bahkan berfantasi.
Terkait dengan gerakan anti-orang kaya seperti yang terdapat dalam film Joker (2019), hal itu juga sedikit banyak terinspirasi dari sejumlah gerakan yang muncul di Amerika Serikat pasca-krisis finansial tahun 2008/2009, seperti Occupy Wall Street (OWS).
OWS itu sendiri muncul dari gerakan akar rumput yang jengah melihat ketimpangan pendapatan antara orang-orang kaya (yang diwakili oleh berbagai bangunan gedung mewah di Wall Street), dengan penghasilan tidak seberapa yang dimiliki oleh kalangan rakyat jelata.
Di Indonesia sendiri, Ketua DPR RI periode lalu, Bambang Soesatyo, juga pernah menyoroti permasalahan tingginya angka ketimpangan global, terutama berdasarkan laporan Oxfam International 2019 menyebutkan bahwa pada tahun 2018 saja, ada 26 orang terkaya dunia yang memiliki kekayaan bersih dari setara 3,8 miliar warga mancanegara.
Bambang Soesatyo menyebutkan bahwa berdasarkan laporan tersebut, kekayaan 2.200 miliarder yang ada di seluruh dunia tumbuh 12 persen, namun pendapatan penduduk miskin sejagat turun 11 persen. Laporan tersebut juga menyebutkan, sekitar 147 miliarder terkaya dunia mengendalikan sekitar 1 persen dari kekayaan global.
Data lain dari Swiss Credit Suisse memaparkan antara Maret-Juni 2017 hingga Maret-Juni 2018, kekayaan orang super kaya tumbuh sebesar 2,5 miliar dolar AS rata-rata perhari, sementara pendapatan setengah populasi penduduk dunia berkurang 500 juta dolar per hari.
Bambang menyebutkan bahwa data-data tersebut menggambarkan betapa ketimpangan warga dunia, khususnya dalam peluang, pendapatan, dan kemampuan, sehingga merupakan hal yang harus diperangi bersama di tingkat internasional.
Ketua DPR RI menegaskan, Indonesia sangat berkomitmen terhadap suksesnya implementasi Sasaran Pembangunan Global (SDGs) karena nilai yang terkandung di dalamnya sejalan dengan fokus kebijakan Indonesia dalam mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Salah satunya, ujar politisi Partai Golkar tersebut, adalah dengan memberikan akses permodalan kepada 58 juta lebih usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mempekerjakan 89 persen tenaga kerja sektor swasta, dengan berkontribusi 60 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB).
"Berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga didorong mendukung pengembangan ekonomi kerakyatan. Antara lain sampai dengan akhir tahun 2018 lalu, program Kredit Usaha Rakyat (KUR) mampu menyalurkan Rp270 triliun dan menjangkau 13,24 juta debitur, pemberdayaan pelaku usaha super mikro kepada 4,93 juta nasabah kelompok perempuan prasejahtera dengan menyerap dana Rp10,61 triliun, serta pendampingan kepada 293.295 nasabah usaha mikro kecil dengan menyerap dana sebesar Rp21,21 triliun," ucap Bambang.
Baca juga: Pengamat: Indonesia jauh dari potensi resesi
Inklusi keuangan
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI lalu, Fadli Zon juga menyebut inklusi keuangan merupakan solusi dalam rangka mengatasi ketimpangan ekonomi karena salah satu penyebab dari meningkatnya ketimpangan antara lain adalah masih rendahnya akses masyarakat kepada lembaga keuangan.
"Ketimpangan ekonomi jika tak ditangani secara serius, akan menekan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Bahkan dalam jangka panjang, ketimpangan juga akan mengakibatkan gejolak sosial, karena akses dan pemberdayaan masyarakat yang tak merata," kata Fadli Zon yang menyatakan hal itu di World Parliamentary Forum on Sustainable Development (WPFSD) ke-3 di Badung, Bali, 5 September 2019 lalu.
Ia menyampaikan, hal inilah yang melatarbelakangi DPR RI melalui WPFSD 2019 menekankan pentingnya sinergi antara strategi keuangan inklusif dan strategi pembangunan ekonomi untuk menanggulangi kemiskinan secara lebih luas.
Politisi Gerindra itu berpendapat, bagi negara berkembang, mengatasi ketimpangan ekonomi tak cukup dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang bergantung pada kinerja industri nasional karena meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat, namun kerap tidak berkualitas.
Untuk itu, ujar dia, dengan meningkatkan layanan keuangan inklusif juga akan membantu kelompok rentan dan berpenghasilan rendah untuk meningkatkan pendapatan mereka, mendapatkan modal, mengelola risiko, dan akhirnya bisa membawa keluar dari kemiskinan.
"Untuk konteks Indonesia, sejauh ini sudah menunjukkan perkembangan, meski masih perlu upaya lebih transformatif," ujar Fadli.
Berdasarkan laporan World Bank 2017 tentang Global Financial Inclusion Index (FINDEX), Indonesia tercatat sebagai negara cukup progresif keuangan inklusinya di antara negara-negara Asia Pasifik. Perkembangan tersebut, salah satunya ditandai pertumbuhan jumlah pengguna fintech (financial technology) yang tercatat sangat drastis.
Jika pada 2018 terdapat 1,03 juta pengguna fintech, data per Mei 2019 jumlahnya telah mencapai 8,7 juta.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan bahwa saat ini inklusi keuangan di Indonesia sebesar 51 persen dari jumlah populasi penduduk Indonesia dan akan terus bertambah mencapai 60 persen pada 2019 mengacu pada jumlah masyarakat yang tersentuh layanan keuangan terus meningkat.
Perry menuturkan, kenaikan inklusi tersebut dipengaruhi oleh adanya layanan program dari pemerintah berupa bantuan sosial yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) yang disiapkan untuk 10 juta keluarga penerima manfaat dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) untuk 15,6 juta keluarga.
Menurut dia, bantuan sosial yang ditujukan untuk masyarakat Indonesia tersebut membuat bentuk inklusi keuangannya tidak terlalu dirasakan sehingga pemerintah harus membuat terobosan baru seperti terus membantu dalam mengembangkan UMKM.
Perry melanjutkan, terdapat cara lain untuk meningkatkan inklusi keuangan yaitu dengan memanfaatkan layanan teknologi keuangan berbasis digital seperti kehadiran financial technology (fintech) untuk mengembangkan sekitar 60 juta UMKM tersebut dengan pemberian pinjaman.
Selain itu, kelebihan fintech yang bisa diakses oleh masyarakat tanpa batasan waktu dan tempat karena hanya membutuhkan layanan internet juga turut meratakan layanan akses keuangan secara optimal.
Reforma agraria
Selain itu, jumlah penduduk yang terus bertumbuh baik secara global maupun di dalam negeri, merupakan fenomena yang mendorong semakin pentingnya keselarasan reforma agraria antara lain sebagai upaya untuk memberikan keadilan terhadap kebutuhan lahan masyarakat.
"Saya melihat tren ke depan akan terjadi kenaikan jumlah penduduk hingga 9 miliar (di dunia). Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak nomor empat di dunia pun akan terkena dampaknya. Pertumbuhan pendudukan ini akan berdampak terhadap kebutuhkan lahan," kata Anggota DPR RI Firman Soebagyo.
Politisi Golkar itu juga berpendapat bahwa kecenderungan pertumbuhan penduduk itu harus membuat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) perlu semakin matang lagi dalam merencanakan reforma agraria ke depannya.
Ia mengemukakan, DPR RI periode baru ini juga harus mampu membuat regulasi terkait reforma agraria yang bisa menjawab tren pentumbuhan penduduk beberapa puluh tahun ke depan untuk ketersediaan lahan serta pemanfaatanya.
"Kita harus memikirkan strategi pemanfaatan tanah, karena semakin lama pemanfaatan tanah atau lahan semakin berkurang," kata Firman yang pada Pemilu 2019 ini terpilih kembali untuk keempat kalinya sebagai legislator.
Menurut dia, lahan jangan sampai dihabiskan untuk pembangunan berbagai jenis properti tetapi tetap harus ada yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan swasembada pangan.
Menteri Koordinator Perekonominan Republik Indonesia Darmin Nasution dalam sejumlah kesempatan juga menekankan bahwa reforma agraria akan membantu pemerintah menciptakan struktur kepemilikan lahan yang lebih adil di Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 akan menjadi stimulus dan memperkuat fondasi ekonomi nasional agar tidak terdampak dari tekanan global yang masih diliputi ketidakpastian.
"APBN ditujukkan untuk terus memperkuat fondasi dan daya saing ekonomi agar tidak terdampak secara negatif oleh gejolak global," kata Sri Mulyani saat menyampaikan tanggapan pemerintah mengenai APBN 2020 dalam Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Selasa (24/9).
Sri Mulyani menjelaskan APBN ini penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi diatas lima persen serta mendukung pencapaian pembangunan seperti pengurangan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja dan perbaikan pemerataan ekonomi.
Selain itu, ia menegaskan, pengendalian defisit anggaran 2020 diupayakan untuk menjaga kesinambungan fiskal serta memberikan ruang gerak yang lebih besar dalam menghadapi risiko global serta dampaknya kepada perekonomian nasional.
Sri Mulyani menambahkan pemerintah juga akan terus melakukan reformasi struktural dalam berbagai sektor riil untuk menghadapi perlemahan ekonomi global yang diproyeksikan cukup menantang dan menghadapi risiko ke bawah pada tahun 2020.
Berbagai reformasi struktural dalam sektor riil itu selain untuk mengatasi perlambatan pertumbuhan global, tetapi diharapkan juga dapat mengatasi pula tingkat ketimpangan sehingga manfaat pertumbuhan dapat dirasakan merata oleh seluruh warga.
Baca juga: Legislator apresiasi stabilitas di tengah ketidakstabilan global
Baca juga: Pemerintah terus dorong UKM bisa tembus pasar global
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019