Jika tidak dikelola dengan baik akan memunculkan kemacetan, polusi dan daerah kumuh serta buruknya infrastruktur dan pelayanan publik
Jakarta (ANTARA) - The World Bank atau Bank Dunia mengingatkan bahwa urbanisasi yang merata memiliki potensi untuk menjadi pendorong utama dalam meningkatkan kesejahteraan dan inklusivitas masyarakat di Indonesia.
“Meningkatnya kesejahteraan Indonesia terkait erat dengan manfaat dari berkembangnya aglomerasi perkotaan dan peralihan ekonomi berbasis jasa dan industri,” kata Global Director for Urban and Territorial Development, Disaster Risk Management and Resilience Bank Dunia Sameh Wahba di Hotel Pullman Jakarta, Kamis.
Baca juga: Kata Bank Dunia soal pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019
Data Bank Dunia menunjukkan Indonesia mengalami urbanisasi seiring meningkatnya pembangunan, seperti sejak 1950 produk domestik bruto (PDB) rata-rata per kapita naik hampir sembilan kali lipat dan proporsi penduduk yang tinggal di perkotaan naik dari 12 persen menjadi 56 persen.
Selain itu, saat ini ada sekitar 151 juta atau 56 persen penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan dan diperkirakan pada 2045 akan ada sekitar 220 juta orang atau lebih dari 70 persen penduduk yang tinggal di kota.
Di sisi lain, menurut Bank Dunia, Indonesia belum mendapat banyak manfaat dari urbanisasi tersebut jika dibandingkan dengan negara lain sebab setiap perpindahan 1 persen penduduk Indonesia ke perkotaan hanya akan menaikkan sekitar 1,4 persen PDB per kapita.
Baca juga: Pemindahan ibu kota upaya pemerintah tekan urbanisasi di Jawa
Berbeda dengan negara-negara berkembang lain di Asia Timur dan Pasifik yang urbanisasinya mampu mendorong hingga 2,7 persen PDB per kapita.
Sameh menjelaskan kesejahteraan masyarakat di kawasan pedesaan dan perkotaan non-metropolitan masing-masing 35 persen dan 27 persen lebih rendah dibanding DKI Jakarta. Sedangkan kesejahteraan di kawasan pinggiran perkotaan hanya 7 persen lebih rendah dari DKI Jakarta.
"Masih ada kesenjangan kesejahteraan. Ketimpangan di masing-masing wilayah menyumbang hampir 86 persen dari total ketimpangan selama 2017,” jelasnya.
Menurut dia, jika urbanisasi tidak dilakukan dengan baik dan merata maka akan memberikan tekanan ke pemerintah baik pusat maupun daerah.
Baca juga: Menteri PUPR sebut tiga syarat urbanisasi agar tak jadi beban
Bahkan bisa berdampak buruk seperti terjadinya kemacetan yang merugikan negara hingga 4 miliar dolar AS atau sekitar Rp56 triliun per tahun.
"Jika tidak dikelola dengan baik akan memunculkan kemacetan, polusi dan daerah kumuh serta buruknya infrastruktur dan pelayanan publik,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Indonesia perlu melakukan berbagai reformasi kelembagaan dan manajemen yang lebih baik serta pembiayaan yang cukup untuk menghadapi berbagai tantangan agar dapat menjadi tempat tinggal yang nyaman.
Reformasi tersebut meliputi memperbanyak pilihan pembiayaan infrastruktur dan layanan dasar, meningkatkan koordinasi pemerintah di berbagai tingkat dan sektor, serta membangun kapasitas pemerintah daerah untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan kota dengan lebih baik.
"Setiap 1 persen peningkatan maka terealisasi 1 persen penurunan masyarakat miskin. Jadi urbanisasi jika dikelola dengan baik bermanfaat dalam pengentasan kemiskinan,” katanya.
Baca juga: Kalau dikelola dengan baik, Bappenas sebut urbanisasi bisa berdampak positif
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019