Bengkulu, (ANTARA News) - Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Ir Edy Sutiyarto, Rabu, mengaku telah menyurati Departemen Kehutanan (Dephut) terkait aktivitas penambangan pasir besi yang dilakukan PT Famiaterdio Nagara (FN) di Kabupaten Seluma. Perusahaan tersebut tetap melakukan penambangan, sedangkan putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) belum terbit terkait kasus penambangan di cagar alam," katanya. "Kita pernah melakukan sidak dan meminta pihak perusahaan menghentikan aktivitas dan memang berhenti sebentar tapi sekarang sudah operasi lagi," kata Edy ketika ditanya ANTARA. Menurut dia, BKSDA sudah menyurati Dephut untuk memantau hasil Kasasi MA sehingga persoalan ini tuntas, surat tersebut sudah dilayangkan pada Januari 2007 lalu namun hingga saat ini belum ada jawaban. Dalam waktu dekat juga akan dilayangkan surat kedua untuk meminta Dephut memantau hasil Kasasi yang kita ajukan. Persoalan ini juga pernah dikonsultasikan dengan Pengadilan Tinggi, namun tidak membuahkan hasil, padahal secara otomatis perusahaan tidak bisa beraktivitas sebelum adanya putusan hukum tetap. "Kita juga bingung dengan pengadilan yang tidak menunjukkan sikap tegas. Gubernur diduga juga menganjurkan perusahaan untuk bekerja karena pasca kita tegur, pihak perusahaan melapor ke Gubernur dan tampaknya mendapat dukungan makanya mereka bisa beroperasi sekarang ini," jelasnya. PT FN yang mendapat putusan bebas dari Pengadilan Negeri Bengkulu karena tidak terbukti menambang di kawasan Cagar Alam sebagaimana yang digugat BKSDA Bengkulu dalam lima bulan terakhir kembali beroperasi. Putusan ini menjadi alasan bagi perusahaan yang mendapat izin kuasa pertambangan selama 10 tahun dari Bupati Seluma tersebut untuk beroperasi. Sementara itu masyarakat Penago dan Rawa Indah yang bermukim sekitar 70 meter dari lokasi pengerukan pasir besi mengaku mulai resah dengan aktivitas perusahaan tersebut. Mereka mengatakan, pengerukan pasir yang berlokasi di bibir pantai akan mengakibatkan abrasi pantai dan mengancam keselamatan jiwa dan harta mereka. "Sekarang saja sudah terjadi banjir di kebun sawit dan sawah penduduk karena perusahaan membendung sungai Penago untuk kepentingan penggalian," ujar Salikin, warga Penago Baru. Salikin yang sudah menyampaikan persoalan ini ke Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu mengatakan, masyarakat dua desa tersebut meminta agar aktivitas penambangan pasir dihentikan. "Kami sudah mengumpulkan tanda tangan untuk menolak perusahaan. Kalau memang perusahaan tetap jalan kami minta dipindahkan karena terus terang kami merasa tidak aman lagi tinggal di sini," kata Salikin.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008