"Kondisi pengungsian yang tidak nyaman dan serba terbatas menyebabkan pengungsi rentan mengalami penyakit," kata Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat yang dihubungi dari Jakarta, Kamis.
Selain diare dan gatal-gatal, para pengungsi kerusuhan Wamena tersebut juga menderita batuk dan demam.
Data pengungsi yang berobat sejak 23 September sampai 2 Oktober 2019 sebanyak 1.864 orang dengan jumlah yang dirawat inap sebanyak delapan orang.
Harry merinci, di Poskes Kodim 1702/Jayawijaya sebanyak 921 orang berobat dan empat orang rawat inap, di Klinik Polres Jayawijaya sebanyak 834 orang dan empat rawat inap.
Di KSA Yonif 756/WMS dua orang berobat serta di Gereja GKI dan gereja Betlehem berobat di Puskesmas Wamena sebanyak 107 orang.
Untuk membantu korban kerusuhan Wamena, Kementerian Sosial telah mengirimkan bantuan senilai Rp3,8 miliar. Bantuan tersebut berupa kebutuhan logistik, bantuan usaha ekonomi produktif dan santunan ahli waris bagi korban yang meninggal dunia.
Bantuan diberikan dalam bentuk penguatan dapur umum untuk 5.000 jiwa, 1.500 paket perlengkapan pakaian anak, 1.500 paket perlengkapan pakaian pria, 1.500 paket perlengkapan pakaian wanita, 2.500 matras, 1.500 tenda gulung/terpal, 2.500 selimut, 100 unit bantuan usaha ekonomi produktif.
Baca juga: Papua Terkini- Seratusan pengungsi Wamena tiba di Malang
Baca juga: Papua Terkini - ACT siap bantu para pengungsi ingin kembali ke Wamena
Baca juga: Jumlah pengungsi Wamena yang dievakuasi capai 6.520 warga
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019