Ada pun nilai kontrak dalam pengadaan peralatan canggih tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) Nagan Raya, dengan total anggaran pagu sebesar Rp1,5 miliar dengan nilai kontrak sebesar Rp1,493 miliar.
"Kasus ini kita selidiki karena dalam pengadaan peralatan canggih ini diduga terindikasi adanya tindak pidana korupsi," kata Kepala Kejaksaan Negeri Nagan Raya, Sri Kuncoro melalui Kepala Seksi Pidana Khusus, Mukhsin dan tim penyidik kepada wartawan, Rabu di Suka Makmue.
Kasus yang diselidiki sejak 13 Mei 2019 lalu tersebut kemudian ditingkatkan penyidikannya pada 14 Agustus 2019 lalu. Jaksa juga sudah memeriksa sejumlah pejabat pemerintah di Nagan Raya, guna dimintai keterangan terkait kasus tersebut.
Mukhsin mengatakan sejumlah indikasi yang sudah ditemukan penyidik dalam perkara ini diantaranya, berdasarkan keterangan tim ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menyebutkan, proyek tersebut diduga kuat gagal lelang karena terdapat pelanggaran etika dalam pengadaan.
Kemudian, kata Mukhsin, sebagian hasil pekerjaan yang sudah dikerjakan tersebut hingga saat ini ada yang belum bisa difungsikan diantaranya berupa software, dan beberapa barang seperti komputer yang diduga tidak sesuai spesifikasi teknis.
Temuan ganjil lainnya yaitu, dalam paket pengadaan barang itu dimasukkan pekerjaan fisik berupa renovasi ruang Pusdatin yang pengerjaannya digabungkan dalam satu kontrak kerja, katanya.
Bahkan, MUksin menambahkan, dalam kontrak tersebut juga tidak ada konsultansi pengawasan dan perencanaan, sehingga terindikasi adanya tindak pidana korupsi.
"Intinya dalam proyek ini belum sepenuhnya hasil pengadaan dapat digunakan sebagaimana mestinya, bahkan dalam lelang tersebut juga terindikasi adanya pelanggaran hukum," kata Kasi Pidsus Mukhsin.
Pewarta: Teuku Dedi Iskandar
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2019