Padang, (ANTARA News) - Dampak pemanasan global akibat naiknya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi telah mulai melanda Indonesia sejak 1990-an, ditandai perubahan iklim yang bergeser dari siklusnya. Dulu musim kemarau berlangsung pada Maret hingga September sedangkan musim penghujan pada Oktober hingga Februari tiap tahunnya, tapi kini siklus tersebut tidak lagi seperti itu, kata Pakar Lingkungan dari Universitas Bung Hatta (UBH), Prof Dr Ir H Nasfryzal Carlo M.Sc di Padang, Selasa. Carlo merupakan guru besar bidang ilmu rekayasa lingkungan dan pengolahan limbah pada Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Bung Hatta (UBH). Ia menjelaskan, pemanasan global terjadi karena meningkatnya jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer bumi dan dampaknya mulai terjadi di banyak kawasan di dunia termasuk Indonesia. Menurut dia, berdasarkan riset jangka panjang dilakukan sejumlah ahli menyimpulkan, di Indonesia sejak tahun 1990-an, musim kemarau mengalami percepatan 40 hari dan musim hujan bisa mundur sampai empat dasarian. Akibat perubahan itu, menyebabkan musim kemarau menjadi lebih lama 80 hari, sebaliknya musim hujan berkurang 80 hari dari kondisi normal, katanya. Ia menambahkan, akibat perubahan itu, pola tanam dan produksi pertanian menjadi tidak menentu yang akhirnya krisis pangan akan melanda. Carlo menjelaskan, pemanasan global akan diikuti perubahan iklim seperti naiknya curah hujan di beberapa belahan bumi yang menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor, tapi sebaliknya di belahan bumi lainnya mengalami kekeringan berkepanjangan. Pemanasan global dan perubahan iklim, menurut dia, terjadi akibat aktifitas manusia dalam proses pembangunan terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara). Kemudian aktivitas yang berhubungan dengan hutan, pertanian dan peternakan, tambahnya. Ia menyatakan, aktifitas itu baik langsung maupun tidak langsung menyebabkan perubahan komposisi alami atmosfer bumi. Untuk mengurangi dampak pemanasan global, Nasfryzal Carlo, mengatakan, gaya hidup selaras dengan alam (living green) perlu mendapat perhatian masyarakat dan pemerintah di dunia. Ia mengatakan, hidup selaras dengan alam akan meminimalkan pemanasan global dengan mengurangi pelepasan gas rumah kaca dan mencegah terjadinya pencemaran udara lainnya ke atmosfer. Karena itu, gaya hidup selaras dengan alam menjadi keharusan dalam kehidupan sehari-hari bagi oleh pemerintah mapun masyarakat di dunia, tambahnya. Ia menjelaskan, langkah-langkah gaya hidup selaras dengan alam itu seperti, menghemat pemakaian arus listrik dan bahan bakar minyak (BBM). Gaya ini diwujudkan dengan mematikan lampu listrik yang tidak penting, mematikan komputer ketika tidak bekerja, mematikan alat pendingin ketika tidak berada di dalam ruangan dan mematikan televisi saat tidak menonton. Kemudian, menghindari penggunaan lift atau eskalator pada bangunan berlantai dua, memaksimalkan penggunaan transportasi umum dan kendaraan yang berbahan bakar gas atau biodiesel. Selanjutnya, memakai kendaraan bebas polusi seperti sepeda dan becak, menhindari pembakaran sampah, menerapkan konsep 3R (reduce, reuse and recycle atau mengurangi, menggunakan kembali dan mendaur ulang) dalam sistim pengelolaan sampah. Gaya lainnya, mendesain bangunan dengan sirkulasi udara dan pencahayaan alami, mengontrol emisi operasional perusahaan, membeli produk lokal untuk mengurangi transportasi barang-barang impor dan jika terpaksa beli produk impor yang mempunyai ercycle logo. Hidup selaras dengan alam, kata Carlo, juga diimplementasikan dengan mengganti tas belanja dari bahan plastik ke bahan kain atau bahan organik lainnya, menggunakan kertas pada kedua sisi dan mendaur ulang kembali, menebang pohon yang harus diikuti penanaman kembali dan membuka lahan dengan cara tidak membakar. Berikutnya, menghentikan penebangan hutan secara liar, membudayakan gemar menanam pohon, menggunakan taman hidup sebagai pagar dan merubah gaya hidup untuk menyelamatkan bumi, tambahnya. Sementara itu, khusus bagi pemerintah dan pihak-pihak pengambil kebijakan diminta lebih aktif mematuhi dan melaksanakan ketentuan dan aturan menjaga lingkungan secara konsekwen, demikian Prof Dr Ir H Nasfryzal Carlo M.Sc.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008