Jakarta, (ANTARA News) - Mantan Ketua Komisi IV dari FKB, Yusuf Emir Faisal, Rabu (15/7) dinihari ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah pada pekan lalu ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi alih fungsi hutan bakau Tanjung Api-api, Sumatera Selatan (Sumsel). Penahanan terhadap dirinya itu setelah KPK melakukan penggeledahan di rumahnya, Perumahan Giri Loka III Blok X Nomor 11, BSD, Tangerang, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan menggunakan mobil tahanan KPK bernomor polisi B 2040 BQ, Yusuf Emir dibawa ke tempat tahanan di Polda Metro Jaya sekitar pukul 00.00 WIB. Kuasa hukum Yusuf Emir Faisal, Mario C Bernardo, mengatakan, kliennya sudah mengembalikan uang sebesar Rp775 juta ke KPK. "Pak Yusuf sudah mengembalikan uang Rp775 juta yang dilakukan secara dua tahap, Oktober 2006 Rp275 juta dan Juli 2007 Rp500 juta," katanya. Sementara itu, dalam pemeriksaannya di KPK, Yusuf Emir membawa bukti penyerahan uang gratifikasi untuk pengobatan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebesar Rp300 juta. Dalam formulir kiriman uang itu, tertulis nama penerima Aris Junaidi untuk "biaya rumah sakit KH AW" (Abdurrahman Wahid) sebesar Rp300 juta. Selain itu, dalam surat yang berkopkan Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI dengan tanda tangan ketua, Effendy Choirie, tertanggal 25 Juni 2008, dan sekretaris, Anisah Mahfudz, menyebutkan benar anggota FKB DPR RI pernah menyetorkan sejumlah dana kepada FKB pada akhir 2006 dan 2007. Belakangan kami mendapat informasi dari yang bersangkutan bahwa dana tersebut, berasal dari gratifikasi dan memutuskan untuk mengembalikan dana tersebut kepada KPK. Surat itu merupakan bahan yang ditunjukkan oleh Yusuf Emir Faisal, termasuk dengan formulir kiriman uang kepada Aris Junaidi senilai Rp300 juta dan tertulis untuk "biaya rumah sakit KH AW". Kemudian kuitansi telah sebesar Rp500 juta untuk penitipan bantuan dari pihak lain untuk pembangunan gedung LPP DPP PKB. Sebelumnya anggota Komisi IV DPR, Sarjan Taher dari Fraksi Demokrat sudah ditetapkan pula menjadi tersangka. Penyelidikan itu sendiri bermula dari informasi masyarakat mengenai adanya dugaan praktik suap atau korupsi dalam pelaksanaan proyek infrastruktur Pelabuhan Tanjung Api-api. Dalam pelaksanaan pembangunan pelabuhan itu, perusahaan pelaksana harus mendapatkan izin alih fungsi hutan bakau yang merupakan kewenangan dari Departemen Kehutanan (Dephut). Kemudian, rekomendasi dari DPR khususnya Komisi IV Bidang Kehutanan dan Perkebunan, diperlukan agar Menteri Kehutanan mengeluarkan izin tersebut. Hingga izin alih fungsi itu diperoleh. (*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008