Jakarta (ANTARA News) - Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyatakan taat dan patuh pada hasil tindaklanjut pemerintah menanggapi laporan Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) RI-Timor Leste yang telah diserahkan pada kedua kepala pemerintahan di Bali, Selasa (15/7). "Tentu pemerintah akan segera melakukan kajian mendalam sebelum melakukan tindaklanjut terhadap laporan KKP tentang berbagai persoalan menyangkut kasus pelanggaran HAM di Timor-Timur (sekarang Timor Leste-red)," kata Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen kepada ANTARA News di Jakarta, Selasa malam. Ia mengatakan, keberadaan KKP atas prakarsa kedua negara tidak bermaksud untuk mencari siapa yang salah dan paling bertanggungjawab dalam kasus pelanggaran HAM sebelum, saat dan sesudah jajak pendapat di Timor Leste pada September 1999. Karena itu, tambah Sagom, TNI juga mendukung kesepakatan dua pemerintahan untuk tidak melanjutkan kasus ini ke proses hukum termasuk ke pengadilan internasional atau di Mahkamah Internasional, termasuk tindaklanjut yang akan dilakukan kedua kepala pemerintahan setelah menerima, mempelajari dan mengkaji keseluruhan laporan KKP setebal 300 halaman itu. Bagaimana pun, apa yang terjadi menjelang, saat dan setelah jajak pendapat di Timor Leste bukan terjadi begitu saja tanpa alasan begitu pun terhadap apa yang dilakukan TNI dan Polri saat itu. "Karena itu, apa pun tindaklanjut yang akan dilakukan pemerintah setelah menerima dan mempelajari laporan kKP itu, TNI akan ikuti," tutur Sagom menegaskan. Tentang masih adanya pihak-pihak yang menginginkan kasus tersebut tetap dilanjutkan proses hukumnya bahkan hingga ke Mahkamah Internasional, ia menilai sebagai hal yang tidak dapat dipungkiri. "Kesediaan kedua kepala negara untuk menyatakan penyesalan mendalam disertai kesepakatan untuk menutup kasus tessebut, tentu tidak dapat memuaskan semua pihak. Pasti ada saja yang tidak sepakat," katanya. Tetapi, semua pihak harus memahami dan menghormati apa yang telah ditetapkan kedua kepala pemerintahan. "Yang berkelahi saja sudah damai, kok pihak lain masih mencoba memanas-manasi agar kasus tersebut diteruskan. Ini kan sesuatu yang mubazir. Hendaknya semua pihak bisa dengan lapang dada menerima, memahami dan menghormati apa yang telah diputuskan dan ditetapkan dua kepala negara," ujarnya. Laporan KKP dibuat atas kesepakatan kedua negara dan dilakukan dalam rentang waktu lebih dari dua tahun. Laporan akhir KKP diserahkan oleh Ketua KKP Timor Leste Dionisio CBS dan Ketua KKP Indonesia Benjamin Mangkoedilaga. Laporan setebal 300 halaman terbagi dalam tujuh bab. Laporan itu terdiri atas 20 laporan komisioner. Sebanyak 10 laporan dari Indonesia dan 10 laporan dari Timor Leste. Sejumlah pejabat terkait ikut dalam proses penyerahan laporan akhir KKP. Pejabat Timor Leste yang terlihat hadir antara lain mantan PM Mari Alkatiri. Sejumlah pejabat Indonesia yang ikut mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah Menko Polhukam Widodo AS, Mensekneg Hatta Rajasa, Mendagri Mardiyanto, Menlu Hassan Wirajuda, Menhan Juwono Sudarsono, Menkumham Andi Mattalata, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto, Kepala BIN Syamsir Siregar, dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi. Kesepakatan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Timor Leste Ramos Horta untuk menutup kasus ini menuai sejumlah keberatan dari berbagai pihak yang sebagian besar menilai sebagai langkah yang bertentangan dengan proses penegakan hukum. Sejumlah LSM Hak Asasi Manusia meminta kepada Presiden Yudhoyono untuk segera menindaklanjuti laporan KKP tersebut dan mengusut kembali keterlibatan sejumlah mantan petinggi TNI seperti mantan Panglima ABRI Jenderal (Pur) Wiranto dalam kasus pelanggaran HAM berat di Timor Leste pada 1999.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008