Makassar (ANTARA News) - Ketua Umum DPP Partai Hanura, Wiranto berharap agar kasus dugaan adanya pelanggaaran HAM berat di Timor Leste, tidak kembali ke ranah hukum untuk diproses secara peradilan."Bila kasus itu kembali diproses melalui pengadilan berarti sama saja bahwa kita akan kembali mengulang perkara yang telah memakan waktu selama enam tahun," katanya usai melantik sejumlah pengurus Gerakan Pemuda dan Perempuan Partai Hanura di Makassar, Selasa.Dalam masa proses peradilan itu, katanya, telah diputuskan bahwa tidak ada bukti yang menguatkan adanya keterlibatan para tersangka dalam kasus Timor Leste itu."Memang, hasil putusan peradilan itu tidak cukup memuaskan publik, tapi pemerintah saat itu telah menyelesaikannya secara terhormat, bukan melalui tuntutan-tuntutan," ujarnya. Lebih lanjut dia mengatakan, upaya yang dilakukan Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) antara Indonesia dan Timor Leste merupakan salah satu upaya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang masih ada kejanggalan terkait dengan adanya tuduhan pelanggaran HAM berat pasca jajakpendapat di Timor Leste. Dia mengakui, persoalan Timor Leste itusudah selesai dengan kedua negara tersebut (Indonesia-Timor Leste) telah sepakat untuk menutup masa lalu, namun Wiranto merasa tidak gentar bila masalah itu akan menggoyang karir politiknya dan mengancam eksistensi dirinya dalam berkiprah di dunia politik. Dia meyakini bahwa persoalan Timor Leste tidak akan memberikan efek yang cukup besar terhadap karir politiknya yang diharapkan bisa mengantarkannya menjadi orang nomor satu di Indonesia. "Itu tidak ada pengaruhnya karena untuk masalah domestik, diselesaikan dengan cara hukum yakni melalui pengadilan ad-hock yang hasilnya MA telah membebaskan Guterez karena proses peradilan tidak dapat dibuktikan bila terjadi pelanggaran HAM secara yuridis tetapi secara testimoni muncul lagi, tentunya kita berharap kearifan pemerintah Indonesia dan Timor Leste untuk lebih konsistensi agar kedua negara lebih mudah merintis kerjasama yang saling menguntungkan," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008