Tanjungpinang (ANTARA) (ANTARA) - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, Zaini, menyatakan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, lebih progresif dibanding dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama dalam mengatasi politik uang.

Menurut Zaini di Tanjungpinang, Rabu (2/10) di dalam UU Pemilu, hanya pemberi politik uang saja yang akan diberikan sanksi.

Berbeda dengan UU Pilkada, di mana pemberi maupun penerima politik uang sama-sama akan mendapatkan sanksi.

Baca juga: Akademisi sarankan pemerintah revisi UU pemilihan kepala daerah

Sanksi itu, kata Zaini, sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 187 ayat (1) dan ayat (2). Berupa pidana penjara selama 36 bulan hingga 74 bulan. Kemudian, denda uang senilai Rp300 Juta sampai Rp10 miliar.

"Ketika ini terjadi, yang akan dirugikan adalah masyarakat selaku penerima," sebutnya.

Baca juga: Bawaslu merasa dilemahkan perannya dengan UU Pilkada

Oleh karena itu, lanjut dia, Bawaslu akan gencar melakukan sosialisasi sehingga masyarakat mendapatkan informasi dan edukasi yang mencerahkan dalam menyukseskan Pilkada serentak 2020 mendatang.

Pihaknya juga mengharapkan kepada para kontestan dapat berkomitmen menciptakan Pilkada yang berkualitas, berintegritas, dan bermartabat.

Baca juga: Aturan larangan bekas koruptor harus diperkuat revisi UU Pilkada

"Mari sama-sama kita mencegah berbagai kecurangan pemilu. Terutama tidak melakukan politik uang, karena sanksinya sangat tegas," ujar Zaini.

Dia turut berharap partisipasi masyarakat akan semakin meningkat, sehingga Pilkada khususnya pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Kepulauan Riau di 2020 nanti menjadi yang terbaik se-Indonesia.

"Kami siap menyukseskan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Kepulauan Riau 2020," tutur Zaini.

Pewarta: Ogen
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019