Jakarta (ANTARA) - Duta Besar Swiss untuk Indonesia, Kurt Kunz, mengaku terkesan dengan dedikasi yang diberikan oleh para perajin ketika membuat kain batik.
“Karena diperlukan dedikasi dengan proses yang panjang, banyak latihan, serta ‘passion’ dalam membatik,” kata Dubes Kunz di sela acara Kompetisi Desain Batik Swiss di Jakarta, Selasa (1/10).
Dubes Kunz juga menilai batik sebagai sebuah karya yang sudah sekian lamanya hadir dalam sejarah Indonesia, sehingga dia kagum dengan batik yang telah mencapai kulminasi (puncak tertinggi).
Baca juga: Selebritas dunia yang kepergok kenakan batik
Proses pembuatan batik yang panjang dan tidak mudah pun menjadi salah satu aspek lain yang meninggalkan kesan bagi Dubes Kunz.
“Saya sempat mencoba membuat batik di museum batik Jakarta dan Yogyakarta, dan itu memang sulit sekali sehingga membuat saya sangat terkesan dengan sehelai kain batik yang bisa dihasilkan,” ujar dia.
Hal-hal itu setidaknya juga menjadi alasan bagi Kedutaan Besar Swiss di Jakarta yang bekerja sama dengan Ikatan Pecinta Batik Nusantara (IPBN) untuk menyelenggarakan Kompetisi Desain Batik Swiss.
“Kami selalu berusaha membawa sesuatu dari Swiss untuk mempromosikan ide-ide baru seperti kompetisi ini yang belum pernah ada sebelumnya,” ucap Dubes Kunz.
Baca juga: Batik nuansa gunung Alpen menangkan kompetisi desain Kedubes Swiss
Puncak kompetisi digelar sehari sebelum Hari Batik Nasional 2019, pada Rabu, sebagaimana 10 tahun lalu UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia tak benda yang kemudian diperingati setiap tanggal 2 Oktober.
Pada malam penganugerahan pemenang kompetisi itu, ditampilkan desain motif batik yang mengandung elemen-elemen negara Swiss hasil karya sepuluh finalis yang terpilih.
Desain motif batik Swiss karya Satya Wiragraha asal Yogyakarta berjudul “Swiss in Harmony” yang memadukan motif gunung, kereta api, serta penggambaran kota di Swiss menjadi pemenang pertama dalam kompetisi tersebut.
Baca juga: Komunitas batik rayakan satu dasawarsa batik warisan tak benda UNESCO
Pewarta: Suwanti
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019