Purwakarta (ANTARA News) - Sejumlah pengunjung sidang melempari kendaraan tahanan dengan telur busuk, di Pengadilan Negeri Purwakarta, Senin.
Pelemparan yang dilakukan usai persidangan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pembangunan Gedung Islamic Center (GIC) dan Dana Bantuan Bencana Alam (DBBA) sebesar Rp3,795 miliar pada tahun anggaran 2003/2004 atas nama Mantan Pemegang Kas Setda Purwakarta, Entin Kartini.
Saat itu, kendaraan tahanan tersebut akan membawa Entin menuju Lapas Purwakarta, setelah mengikuti persidangan dengan agenda pembelaan (pledoi), di Pengadilan Negeri Purwakarta.
Tindakan itu sendiri dilakukan karena para pengunjung merasa kesal terhadap Entin yang dianggap telah menutupi fakta persidangan. Sambil melemparkan telur busuk, sejumlah pengunjung berteriak-teriak yang berisi nada sinis dan tidak senang kepada terdakwa.
Namun, tindakan itu tidak berlangsung lama, karena segera diantisipasi oleh aparat kepolisian setempat, sedangkan kendaraan tahanan itu langsung meluncur menuju Lapas.
Sementara itu, dalam persidangan lanjutan dugaan Tipikor pembangunan GIC dan DBBA atas nama Entin Kartini, dengan agenda sidang pembelaan, di Pengadilan Negeri Purwakarta, Senin, Entin mengaku keberatan jika dinyatakan bersalah dan dituntut tujuh tahun penjara serta didenda Rp100 juta oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Pada kesempatan tersebut, Entin juga mengatakan, pencairan uang dari anggaran pembangunan GIC dan DBBA tersebut hanya dilakukan jika ada izin atau sesuai intruksi Bupati Purwakarta yang saat itu masih dijabat Lily Hambali Hasan. Dengan demikian, jika tidak diintruksikan bupati, maka tidak akan dilakukan pencairan uang.
Ia juga mengatakan, proses hukum yang kini sedang dijalani itu akibat gaya kepemimpinan Lily yang tidak bersikap tegas kepada dirinya, dan tidak pernah memberi sanksi atau menegur ketika dirinya saat mengurus keuangan di lingkungan Pemkab Purwakarta.
"Bupati Lily tidak pernah memberi sanksi atau teguran kepada saya, selama saya melaksanakan tugas penanggungjawab keuangan. Karena itu, saya berpikiran kinerja saya benar dan sesuai dengan aturan yang berlaku," katanya, saat membacakan pembelaan, di Pengadilan Negeri Purwakarta, Senin.
Begitu juga ketika dirinya membuat laporan pertanggungjawaban (LPJ) mengenai anggaran pembangunan GIC dan DBBA, tidak ada teguran dari Lily.
Pertanggungjawaban Lily pun selanjutnya tidak ditegur atau disalahkan oleh para anggota DPRD setempat, saat menyampaikan LPJ. Dengan demikian, saat itu ia berkeyakinan kinerjanya memang sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dalam persidangan tersebut, Koordinator Penasehat Hukum terdakwa, Dadang Supriadi, juga menyatakan keberatannya terhadap tuntutan JPU.
"Jika melihat fakta yang terungkap di pengadilan, JPU sepertinya tidak meneliti dengan sungguh-sungguh semua bukti-bukti, baik 921 bukti berupa dokumen maupun bukti yang terungkap dari 47 saksi yang sudah dihadirkan," katanya.
Atas hal itu, ia mengaku keberatan dengan seluruh tuntutan JPU terhadap Entin, dan meminta majelis hakim segera membebaskan Entin.
"Unsur melawan hukum yang dituntut dan didakwakan oleh JPU itu tidak terbukti dalam persidangan, karena terdakwa hanya sebagai pelaksana dari kebijakan bupati. Jadi, kami meminta majelis hakim segera memberi putusan bebas bagi terdakwa," katanya.
Koordinator JPU Nono Suwarno pada persidangan sebelumnya menyebutkan, sebagaimana pasal 3 jo pasal 19 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor jo UU nomor 20 tahun 2001 pasal 55 ayat 1 ke satu jo pasal 64 ke satu KUHAP, sesuai surat dakwaan kedua subsider, terdakwa dinyatakan bersalah karena telah memperkaya diri sendiri dan orang lain.
Dengan demikian, Nono mengaku pihaknya menjatuhkan pidana penjara maksimal tujuh tahun bagi Entin, dengan dikurangi masa tahanan, serta didenda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.
Selain itu, terdakwa juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp3 miliar dengan memperhitungkan nilai dari barang bukti yang dirampas dari negara.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008